Senin, 21 April 2014

[Bukan] “Habis Gelap Terbitlah Terang”



Bacaan : Matius 28: 8-15 
Pujian :
KJ 188
Nats
: “…dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus.” (ay.8)
Seorang gadis ningrat Jawa di tahun 1800-an adalah perempuan yang harus patuh terhadap semua tata cara dan tata krama. Ia tak boleh sekolah tinggi, tak boleh memilih jodohnya sendiri, harus merangkak bila melalui anggota keluarga yang lebih tua dan ia harus berjalan pelan dengan langkah pendek-pendek. Inilah yang diceritakan oleh Kartini dalam, potongan suratnya.  Kondisi yang dialaminya sebagai gadis ningrat Jawa yang serba dibatasi membuat hatinya sedih dan nuraninya berontak. Perempuan harus berpendidikan, perempuan harus mandiri, perempuan harus bebas. Itulah kira-kira visi Kartini yang dengan lantang ia teriakkan dalam surat-suratnya, bukan hanya slogan “habis gelap terbitlah terang” saja yang ia tulis.
Mungkin dengan semangat yang sama pula, para perempuan yang menjadi saksi pertama kebangkitan Yesus segera memutuskan untuk menyampaikan kabar luar biasa itu kepada para murid meskipun mereka merasa takut (ay. 8). Sangat menarik bahwa penginjil Matius mengabarkan bahwa perempuanlah yang menjadi saksi pertama kebangkitan Kristus yang nota bene pondasi kepercayaan iman kekristenan yang kita pegangi. Ini mengingat di jaman itu kesaksian perempuan dianggap tidak bisa dipercaya (bahkan di lembaga peradilan Negara, saksi perempuan dianggap tidak ada). Bisa dibayangkan bahwa rasa takut yang dialami para perempuan itu bukan hanya karena kejadian luar biasa yang baru mereka alami, namun juga karena mereka takut tidak dipercaya oleh para murid lain. Tapi, inilah yang disaksikan oleh Matius bahwa Allah yang Maha Tinggi sengaja memilih para perempuan yang dianggap lemah dan yang biasanya diperlemah oleh struktur sosial sebagai saksiNya.
Itu berarti, Allah pun berkenan memilih kita yang penuh dengan dosa dan kelemahan ini sebagai saksiNya. Mari belajar dari para perempuan ini, dari Maria Magdalena, dkk dan juga Kartini bahwa dalam kelemahan, kita diberi kemampuan untuk mewartakan berita baik: Kristus sudah BANGKIT!!! (Rhe)
 “Sepanjang hemat kami, agama yang paling indah dan paling suci ialah Kasih Sayang.”
(Surat dari Kartini kepada Ny Abendanon, 14 Desember 1902)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar