Selasa, 02 Desember 2014

Pitepangan Kaliyan Gusti



Waosan : Lukas 10 : 21 – 24  |   Pamuji : KPK 167 : 1 – 3
Nats: “Samubarang kabèh wis dipasrahaké déning Sang Rama marang Aku. Lan ora ana wong sing ngerti Sang Putra kuwi sapa, kejaba mung Sang Rama. Mengkono uga ora ana wong sing ngerti Sang Rama kuwi sapa, kejaba mung Sang Putra piyambak, lan wong-wong sing diwanuhaké Sang Putra mau marang Sang Rama.” [ayat 22]
Pitepangan kaliyan Gusti Allah menika perkawis ingkang angel kalampahan. Menapa malih menawi manungsa ingkang gadhah pepinginan badhe tepang kaliyan Gustinipun. Nanging menawi Gusti ingkang ngersakaken tepang kaliyan manungsa menika mesthi saged kalampahan. Menapa malih menika inggih awit saking keparenging penggalihipun Gusti.
Gusti Yesus ngendika bab kapitadosan ingkang kiyat bilih rancangan kawilujenganipun Gusti Allah mesthi badhe kalampahan. Sinaosa menika tetep wados (rahasia) tumrap para winasis. Ing Injil Lukas kacariyosaken kanthi kawontenan ingkang mbingahaken kados ingkang kedadosan: “kacarita sakabat pitungpuluh mau padha bali kanthi bungah sarta padaha munjuk: “Gusti, dalasan para dhemit sami nungkul dhateng kawula awit asma Paduka.” (ay. 17). Gusti Yesus tumunten paring dhawuh dhateng para sakabat supados anggenipun sami bebingah menika sanes karana saged nundhung dhemit, nanging karana pitados bilih “jenengmu wis katulisan ing swarga,” (ayat 20).
Ing kabingahan menika Gusti Yesus memuji lan sukarena ing ngarsainpun Gusti Allah, kanthi kabingahan ingkang suci ingkang kawangun lan ing pakaryanipun Allah pribadi. Wonten ing kabingahan menika Gusti Yesus saestu sukarena ing ngarsanipun  Gusti Allah ingkang nitahken langhit lan bumi, ingkang kangungan panguwaos tumrap sedaya titah. Inggih ingkang salajengipun kasebat Allah Rama.
Semanten tebih lan lebet sanget pitepanganpun Gusti kangge manungsa, ngantos manungsa ugi saged nyebat Gusti Allah dados Ramanipun. Pramila, karana kita sampun dipun tepangaken Gusti Yesus, kita ugi bingah kados kabingahanipun  Gusti Yesus. Anjawi saking menika kita ugi prelu memperluas dan memperdalam pitepangan kita kaliyan Gusti. [Bpur]
“Saya lebet pitepangan, saya lebet katresnan.”
http://www.gkjw.web.id/pitepangan-kaliyan-gusti

Senin, 01 Desember 2014

Ratu Adil Sudah Datang



Bacaan : Yesaya 2 : 1 – 5  |   Pujian: KJ 119
Nats: “Hai kaum keturunan Yakub, mari kita berjalan di dalam terang Tuhan!” [ayat 5]

Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah tulisan di internet. Tulisan tersebut berisi wawancara antara sebuah media Kristen dengan seorang Raja di tanah Jawa ini. Isi wawancara tersebut berkisar tentang pergumulan batiniah sang Raja yang mencoba mencari tahu tentang siapakah sosok Ratu Adil yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Jawa selama ini?
Pergumulan spiritual yang dialaminya telah membawa pada sebuah perjumpaan dengan sang Ratu Adil yang selama ini dicari-cari olehnya. Beliau berharap bahwa sosok Ratu adil tersebut dapat ditemukannya dalam pribadi Ratu-Ratu yang pernah memerintah di tanah Jawa ini. Namun yang sangat mengejutkan adalah bahwa ternyata Isa Alamasih (Yesus Kristus) adalah sosok yang selama ini dicari-cari olehnya. Ini sangat mengejutkan, tapi itulah hasil olah batin yang telah diterimanya.
Sebagaimana sang Raja Jawa tersebut dan juga sebagian masyarakat Jawa yang menunggu kehadiran sang Ratu Adil, masyarakat Yahudi hingga saat inipun masih menunggu-nunggu datangnya Mesias. Entah mengapa, tanpa mereka sadari sang Mesias sebenarnya telah ada bersama-sama dengan mereka. Seandainya saja mereka tidak berkeras hati, maka mereka akan mampu melihat dan merasakan kesukacitaan yang selama ini mereka nantikan.
Yerusalem baru akan menjadi pusat pemerintahan kerajaan Allah. Seluruh bangsa di muka bumi ini akan datang dan sujud menyembah kepada sang Raja, mendengarkan pengajaran-pengajaranNya (ay.2-3). Tidak akan ada lagi peperangan di antara para bangsa, sebab Ia memerintah dengan hikmat dan keadilan. Dan Ia sendiri akan membawa Israel untuk berjalan dalam terangNya.
Yesus, sang Ratu Adil, sang Raja Agung yang dinantikan oleh umat manusia telah datang dan tinggal di tengah umat-Nya. Marilah kita menyambut Natal peringatan kedatanganNya dengan berjalan dalam terangNya: dalam kebenaran, kebaikan dan keadilan. Dalam terang itu ada damai sejahtera. [DK]
“Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan  telah melihat terang yang besar.” [Yesaya 9:1a]
http://www.gkjw.web.id/ratu-adil-sudah-datang

Senin, 17 November 2014

“Bisa memberi hujan?….”



Bacaan : Lukas 19 : 1 – 10  |  Pujian : 260 : 1
Nats: “..TUHANlah yang membuat awan-awan pembawa hujan deras..” [ayat 1]

Dunia ini memang banyak menawarkan hal-hal yang tampak sangat menjanjikan. Mulai dari penawaran obat pembasmi nyamuk, sampai penawaran calon presiden, penuh dengan kata-kata indah yang bisa mempengaruhi masyarakat untuk percaya begitu saja. Namun apa yang dinubuatkan Zakharia kepada penduduk Yehuda pada zaman Darius, Raja Persia, bukanlah tawaran yang menjual janji. Zakharia menyerukan bahwa jika umat membutuhkan hujan, maka umat  harus memohonnya kepada Allah, bukan mempersembahkan kurban kepada berhala-berhala. Zakharia mengajak umatNya untuk kembali berdoa kepada Allah dengan kesungguhan hati. Allah juga berfirman bahwa Ia akan membela umatNya dari para pemimpin bangsa-bangsa musuh atau para pemimpin Yehuda yang gagal menjadi gembala yang baik (ayat 3). Demikianlah firman Allah yang kekal, senantiasa memberkati setiap umat yang percaya kepada-Nya, di tengah tawaran dunia yang menggiurkan tetapi hanya membuat umat jauh dari Allah.
Bagaimana dengan kita sebagai umat yang hidup pada masa sekarang ini? Di tengah tawaran dunia yang menggiurkan, apakah di antaranya ada yang mampu menjamin keselamatan jiwa kita? Meski kita tidak lagi mampu berkomunikasi langsung dengan Allah seperti pada masa Zakharia, tetapi kuasa Allah itu juga dinyatakan bagi kita sampai saat ini. Tantangan terbesar kita adalah bagaimana hidup di dunia ini dengan tetap peka untuk merespon penyertaan Allah. Kesetiaan kepada Allah akan mendatangkan perlindungan bagi kita. Mungkin kita ada di antara orang yang mencari keuntungan sendiri, atau kita bekerja di tempat yang para pemimpinnya penuh kesombongan, atau kita tinggal di tengah masyarakat yang mengucilkan kita, namun jika mata kita tetap tertuju kepada Allah dan setia melakukan firman-Nya, maka damai sejahtera itu akan tinggal dalam jiwa kita, meski bumi yang kita diami ini compang-camping. Bukankah hanya Allah yang mampu mendatangkan hujan? Maka damai sejahtera di bumi ini pun hanya bersumber dari Allah. [dee]
“Manusia pandai mengucapkan janji, Allah pandai memenuhi janji.”
http://www.gkjw.web.id/bisa-memberi-hujan

Kamis, 13 November 2014

Berkenan Di Mata Tuhan

Bacaan : Yoel 2 : 21 – 27  |  Nyanyian : KJ 293 : 1, 3
Nats: “Maka kamu akan makan banyak-banyak dan menjadi kenyang, dan kamu akan memuji-muji nama TUHAN, Allahmu, yang telah memperlakukan kamu dengan ajaib…”  [ayat 26]

Pernahkah saudara menjadi seorang tamu kehormatan? Misalnya, diundang untuk menerima penghargaan langsung dari Presiden di istana negara. Tentu ini adalah hal yang istimewa, terlebih kita adalah anggota masyarakat biasa, bukan pejabat. Jika itu terjadi tentu kita akan mempersiapkan segala sesuatu dengan baik, mulai dari pakaian, rambut sampai parfum, mulai dari kata-kata, cara bersalaman, memberi hormat sampai cara berjalan, agar penampilan berkenan kepadanya.
Kehidupan bangsa Israel pada masa Nabi Yoel mengalami ketidaktaatan kepada Allah. Mereka melakukan hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Mereka seringkali mengabaikan perintah Tuhan dan melakukan kejahatan. Oleh karena itu Tuhan menghukum bangsa Israel dengan tulah belalang. Semua tanaman musnah dimakan oleh belalang. Tanah, sawah, ladang, kebun tidak menghasilkan apapun. Yang ada hanya kekeringan. Di sini nabi Yoel dipanggil untuk mewartakan kasih keselamatan Allah bagi Israel. Ia menyerukan agar bangsa Israel bertobat dan kembali kepada Allah. Tuhan berjanji akan memulihkan kembali keadaan bangsa Israel dan memberkati jika mereka bertobat. Konsep keselamatan dalam PL selalu berkaitan erat dengan kesetiaan kepada Allah. Jika mereka hidup menurut kehendak Allah, mereka mendapatkan berkat. Sebaliknya jika menyimpang dan tidak berkenan di hadapan Tuhan, hukuman dan kutuk yang akan mereka terima.
Hidup kita diperhadapkan pada pilihan, apakah kita mau melakukan kehendak Tuhan atau menyimpang dari kehendak-Nya? Apakah hidup kita berkenan di hadapan Tuhan atau sebaliknya? Pada dasarnya kita telah diberi keselamatan. Tanggung jawab kita atas keselamatan yang Tuhan berikan adalah hidup dalam kehendak-Nya. Caranya: senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan, membaca dan merenungkan isi Alkitab dan melakukan firman-Nya dalam kehidupan sehari-hari. Berkenan di mata Tuhan adalah wujud dari panggilan kita. Karena itu marilah kita membangun sikap hidup yang penuh kasih dan kesetiaan kepada Allah seumur hidup kita. [AR]
“Tuhan berkenan kepada orang yang sungguh mengasihiNya.”
http://www.gkjw.web.id/berkenan-di-mata-tuhan

Jumat, 07 November 2014

Iman Digadaikan


Bacaan : Lukas 17 : 26 – 37  |  Pujian: KJ 375
Nats: “Barangsiapa berusaha memelihara nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barang siapa kehilangan nyawanya, ia akan menyelamatkannya.”[ayat 33]

Beberapa waktu yang lalu, seorang warga senior dari sebuah Jemaat, bercerita kepada saya tentang rekan-rekan kerjanya. Ia bercerita bagaimana rekan-rekan kerjanya saat ini banyak yang telah memilih meninggalkan imannya kepada Kristus demi untuk mendapatkan jabatan tertentu di perusahaan. Kemewahan, kenikmatan, fasilitas dan prestise seolah-olah menjadi sesuatu yang lebih berharga. Saya hanya mencoba berfikir, apakah mungkin manusia yang hidup saat ini mulai berfikir bahwa kenikmatan duniawi jauh lebih berharga dibandingkan dengan janji keselamatan yang hanya dapat dibayangkan dengan angan-angan saja? Memang manusia mempunyai kebebasan dalam memilih jalan hidupnya atau apa yang dianggapnya baik untuk dilakukannya. Namun, benarkah bahwa janji Kristus hanya seperti sebuah dongeng bagi anak-anak menjelang tidur? Indah di dalam angan-angan saja.
Meski pada saat ini banyak orang yang telah menggadaikan imannya dan menukarkannya dengan sesuatu yang fana, namun banyak pula yang tetap setia pada imannya dan setia menantikan janji Tuhan. Bagi mereka, kesulitan bukanlah akhir dari perjalanan, namun justru meneguhkan iman mereka kepada Kristus. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi karena imannya kepada Kristus justru disadari sebagai sebuah konsekuensi atas pilihan iman. Dengan yakin dan percaya mereka begitu setia mempertahankan imannya bahkan ketika nyawa mereka sendiri menjadi taruhannya.
Bagaimana dengan kita? Pernahkah kita menjumpai atau mengalami sendiri pergumulan iman seperti itu? Bagaimana sikap kita bila kita diperhadapkan pada situasi seperti ini? Mana yang akan kita pilih, dunia (jabatan, kemewahan, prestise, dll) atau Kristus? Tentu tidaklah mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Namun percayalah, apabila kita dengan yakin dan berserah kepada Tuhan Yesus, maka Dia akan meneguhkan iman kita. Jadi berhati-hatilah dalam memilih, sebab pilihan kita akan menentukan masa depan kita. [DK]
“Mereka yang akan menjadi juara adalah mereka yang terus  berlari menuju garis finish.”
http://www.gkjw.web.id/iman-digadaikan

Senin, 03 November 2014

Tambahkanlah Iman Kami !


Bacaan : Lukas 17 : 1 – 6  |  Pujian: KJ 395 : 1, 4
Nats: “Lalu kata Rasul-rasul itu kepada Tuhan: ‘Tambahkanlah iman kami! ‘ [ayat 5]

Iman itu seperti benih. Tampaknya kecil dan lemah, tetapi di dalamnya ada kehidupan. Ketika dipendam atau ditanam, benih iman itu tidak nampak. Jiaklau dirawat, ia akan tumbuh dan melepaskan kuasa, menumbuhkan dedaunan, bunga dan buah yang berguna bagi semua ciptaan Tuhan, manusia maupun ciptaan yang lain. Sudah barang tentu, saudara dan saya memerlukan iman dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari di sekitar kita.
Iman untuk mengampuni (ay. 1-4). Kadang-kadang kita mudah menyerah dan putus asa ketika menghadapi orang yang terus menerus berkanjang dalam dosa. Namun, kita harus mengampuni mereka dan percaya bahwa Tuhan bekerja dalam hidup mereka. Kita harus menjadi batu loncatan, bukan batu sandungan. Bahkan, apabila mereka berulang kali berbuat dosa dan melakukan kesalahan kepada kita, dan ia menyesal, maka kita pun harus mengampuni mereka. Kita harus menjadikan diri kita yang membuat orang berdosa bertobat kepada Tuhan. Jangan sampai kita menyebabkan orang lain tersandung atau berbuat dosa.
Iman untuk melakukan perkara yang besar. Kita perlu iman untuk melakukan tanggung jawab, menyelesaikan pekerjaan apa saja dan memecahkan masalah sebesar apapun dalam hidup kita. Tuhan Yesus sendiri mengatakan, iman sebesar biji sesawi pun yang ada pada kita akan mampu memindahkan dan menanam Pohon Ara di dalam laut dan ia akan taat kepadamu    (ayat 6). Itu semua menggambarkan bahwa dengan iman kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat tentunya ada kuasa yang luar biasa. Kalau kita mau mencari dan mau minta kepada Tuhan untuk menambahkan iman, sudah barang tentu kita akan menemukannya dan mendapatkannya. “Tambahkanlah iman kami, Tuhan!” Iman kita akan terus bertambah jika kita suka dan sering merenungkan karya dan firmanNya, jika kita suka menghayati atau menghidupkan kasih karuniaNya di dalam hidup kita setiap hari. Firman, karya dan kasih karuniaNya sudah dinyatakan kepada kita. Sekarang tinggal menunggu renungan dan penghayatan kita. [DG]
“Dengan iman, kita dapat melakukan perkara-perkara yang besar.”]
http://www.gkjw.web.id/tambahkanlah-iman-kami


Selasa, 21 Oktober 2014

Bertahan, Kuat, dan Setia


Bacaan  :  Roma 8 : 18 – 25  |  Nyanyian  :  KJ 332
Nats: “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.” [ayat 18]
Trimo terlahir dengan cacat bawaan. Dia tidak memiliki tangan. Meskipun demikian orang tua Trimo senantiasa memotivasi anaknya agar tidak putus asa, tidak malu dengan kekurangannya. Sejak kecil, Trimo dididik dengan penuh kasih sayang. Dia diajari hidup mandiri, diberi semangat bahwa di tengah kesulitan selalu ada jalan keluar. Akhirnya Trimo menjadi seorang pelukis yang terkenal. Dia menggunakan kakinya untuk melukis. Dengan ketekunannya, Trimo menjadi orang yang berhasil menjalani hidup dengan keterbatasan dirinya.
Tidak ada seorang pun di dunia ini ingin hidup menderita. Semua orang tentu berharap hidupnya dapat berjalan baik, aman, tentram dan sejahtera. Sikap hidup menentukan bagaimana orang mampu bertahan menghadapi pergumulan. Di sinilah diperlukan kedewasaan iman. Salah satu tanda kedewasaan iman adalah mampu bertahan dalam menghadapi penderitaan, kuat menjalani kesulitan hidup dengan rasa syukur dan setia pada Kristus hingga akhir hidupnya.
Rasul Paulus menasehati jemaat di Roma agar senantiasa memiliki pengharapan kepada Kristus. Di tengah tekanan pemerintah Roma terhadap orang Kristen di sana, Paulus meneguhkan bahwa penderitaan yang mereka alami di dunia tidak sebanding dengan kemuliaan yang akan Tuhan nyatakan. Allah berjanji memberikan hidup kekal bagi mereka yang percaya. Penderitaan yang terjadi semakin memampukan jemaat Roma untuk bertahan, kuat dan setia serta berpengharapan kepada Kristus.
Mengikut Yesus berarti mau memikul salib. Artinya berani menghadapi setiap pergumulan hidup yang sulit, mampu bertahan dalam penderitaan, memiliki iman yang kuat dan setia kepada Kristus. Tentu bukan hal yang mudah. Pada diri kita harus ada keyakinan, seberat apapun pergumulan itu, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ada penyertaan Tuhan di setiap langkah hidup kita. Jangan menyerah! Pandanglah Kristus Sang Sumber kekuatan dan pertolongan. [AR]
“Jangan berharap lepas dari penderitaan, tetapi haraplah kekuatan dari Tuhan”

Rabu, 15 Oktober 2014

Pemimpin Yang Melayani

Bacaan : Lukas 12 : 35 – 48  |  Nyanyian : KJ 419
Nats: “Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut” [ayat 48b]
Malawi akan menggunakan dana hasil penjualan pesawat kepresidenan senilai 15 juta dolar untuk memberi makan rakyat miskin, mendorong pertanian dan memerangi malnutrisi, kata seorang pejabat. Demikian bunyi berita yang dilansir oleh AntaraNews.com. Presiden Malawi, Joyce Banda, telah mengambil keputusan itu sebagai upaya mempertahankan ketahanan pangan bagi rakyatnya. Hal ini sungguh sesuatu yang sedikit di luar kelaziman dalam cara berfikir pejabat pemerintahan pada umumnya. Biasanya para pejabat lebih memilih untuk tetap mempertahankan kenyamanan bagi dirinya dan mengambil langkah lainnya.
Kesediaan Presiden Joyce Banda untuk “berkorban” demi kelangsungan hidup rakyatnya, sedikit banyak telah mengingatkan saya kepada pribadi Kristus, yang rela meninggalkan kemuliaanNya, mengosongkan diri demi kehidupan kekal bagi umat yang dikasihinya. Bayangkan, betapa berat tanggung jawab yang harus diemban oleh Kristus untuk menjalankan misi keselamatan bagi umat manusia. Joyce Banda adalah contoh kecil dari seorang pejabat pemerintahan sebuah negara, yang ternyata mampu meneladani apa yang dilakukan oleh Kristus. Bagaimana dengan pejabat-pejabat kita? Sudahkah mereka berkoban demi rakyatnya seperti yang disuarakan dalam setiap kesempatan (termasuk ketika menjelang Pemilu)? Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin, bukan untuk melayani namun justru karena ingin dilayani. Bukan untuk menyejahterakan rakyat tetapi menyejahterakan diri sendiri. Mereka pura-pura lupa bahwa di balik jabatan yang mereka emban sebenarnya ada tanggung jawab yang besar.
Tentu rakyat berharap memiliki pemimpin yang memperhatikan kesejahteraan rakyatnya, bukan kesejahteraan keluarga atau golongannya sendiri. Suatu bangsa akan menjadi bangsa yang kuat apabila memiliki pemimpin yang betul-betul mau melayani, berkorban dan bekerja sepenuh hati bagi rakyatnya. [DK]
Siapa menindas orang yang lemah menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang miskin, memuliakan Dia. [Amsal 14:31]