Jumat, 29 Agustus 2014

Aku Kok !



Bacaan : Kolose 1 : 15 – 20  |  Nyanyian : KJ 396 : 1
Nats: “Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia” [ayat 17]

Seorang pamong bertanya kepada anak-anak dalam ibadah Minggu, siapakah di antara mereka yang berani memimpin doa di depan. Semua anak madya itu berlomba mengangkat tangan sambil sedikit melompat untuk menarik perhatian pamong. Pamong memilih salah satu dari anak yang paling heboh berteriak sambil mengangkat tangannya. Setelah ia maju, pamong memintanya untuk memimpin doa. Sikapnya sangat meyakinkan. Berdoa seperti orang dewasa. Semua anak lain sudah siap berdoa degan mata terpejam dan menunggu suara pemimpin doa. Tiba saat anak itu harus berkata-kata, diam-diam ia melirik kepada pamong dengan sebelah matanya yang terbuka. Pamong itu langsung paham, bahwa si anak tidak bisa merangkai kata untuk memimpin doa. Pamong segera menuntunnya dengan membisikkan kata-kata untuk ditirukan, agar anak tadi sukses memimpin doa. Sesaat setelah “Amin”, semua anak membuka mata. Pamong mengajak semuanya bertepuk tangan karena temannya sudah memimpin doa dengan baik. Saat semua bertepuk tangan, si anak yang baru saja memimpin doa bergumam kepada temannya: “Aku kok, mesthi isa”.
Kadang hal semacam itu dilakukan oleh orang dewasa. Tanpa disadari terkadang manusia sering terlalu membanggakan apa yang ada pada kehidupannya. Padahal sebagai orang dewasa, kita sadar bahwa segala sesuatu dalam kehidupan kita ini bersumber dari Allah. Teori ini sangat melekat dalam iman Kristen orang-orang dewasa. Tanpa membaca renungan PAH hari ini pun, orang dewasa pasti bisa menebak bahwa renungan kali ini akan membawa kita pada pemahaman Allah sebagai sumber segala sesuatu. Tetapi itulah ajaibnya manusia, meski sudah paham bahwa segala sesuatu bersumber dari Allah, dan manusia tidak berhak terlalu membanggakan diri, tetap saja kalau ada celah maka manusia akan menepuk dada dan merasa diri hebat. Kapankah kita berhenti menjadi manusia ajaib seperti ini, dan setia untuk selalu mengatakan bahwa tanpa Allah kita tidak bisa melakukan segala sesuatu? [Dee]
“Hasrat dan dorongan manusia yang paling besar ialah keinginan supaya dianggap penting.”  (John Dewey)

Kamis, 28 Agustus 2014

Rukun Agawe Santosa



Waosan  :  Kolose 1 : 15 – 23  |  Pamuji : KPK  104 : 1, 3
Nats: “…kang ngrukunake samubarang kabeh karo sarirane, kang ana ing bumi lan kang ana ing swarga…” [ayat 20]
Sedaya tiyang mesthi remen gesang rukun. Boten wonten tiyang  kepengin pasulayan. Mila wonten tetembungan rukun agawe santosa, crah agawe bubrah. Tetembungan menika ngengetaken menawi kepengin gesang tentrem santosa, kedah ngudi karukunan, ing gesang bebrayatan, ing pasamuwan lan ing masyarakat. Kasunyatanipun ngudi karukunan menika boten gampil, mbetahaken upaya ingkang temen-temen.
Rasul Paulus paring piwulang dhateng pasamuwan Kolose. Manungsa ingkang waunipun tebih saking Gusti Allah karana tumindak dosa, samenika celak kaliyan Gusti Allah. Gusti Yesus sampun sinalib seda lan wungu malih saking antawisipun tiyang pejah. Panjenenganipun ngrukunaken kita kaliyan Gusti Allah. Srana pitados dhateng Gusti Yesus, kita kasebat putraning Allah. Gusti Allah kersa paring pangapura dhateng kita. Karana menika Rasul Paulus ngengetaken pasamuwan ing Kolose supados mantep ing pracaya, boten nyimpang saking dhawuhipun Gusti sarta nindakaken sabdanipun Gusti ing lampahing gesangipun.
Bilih Gusti Yesus kersa ngurbanaken Sariranipun kangge manungsa, kados pundi kaliyan kita? Bilih Gusti Allah kersa rukun kaliyan manungsa, menapa kita purun rukun kaliyan sesami kita? Wangsulanipun kita piyambak ingkang saged mangsuli. Minangka umat kagunganipun Gusti, kita katimbalan dados juru pirukun ing satengahing gesang bebrayan.
Supados kita saged mujudaken karukunan kang santosa, ingkang sepisan kita kedah nuladha dhateng Gusti Yesus. Sedaya lampah gesang kita mbangun turut dhateng karsanipun Gusti. Kita purun ngestokaken sedaya piwulang sarta netepi angger-anggeripun Gusti. Kaping kalih, kita purun mbangun paseduluran ing pundia kemawon. Ing salebeting manah kita kebak raos tresna dhateng sesami. Sampun ngantos kita nyimpen kalepataning liyan, nanging nggadhahana manah ingkang kebak pangapura. Lan pungkasanipun, kita boten benten-bentenaken sesami kita. Sedaya manungsa ing ngarsanipun Gusti menika sami. Karana menika gesang ing satengahing brayat, pasamuwan lan masyarakat sageda ndadosaken kita rukun kaliyan sintena kemawon. [AR]
“Katresnan iku tansah ngudi pirukun”.

Rabu, 27 Agustus 2014

Gajah Diblangkoni


Bacaan : Lukas 4 : 38 – 44  |   Nyanyian : KJ 432 : 1
Nats: “Kemudian Ia meninggalkan rumah ibadat itu, dan pergi ke rumah Simon. Adapun ibu mertua Simon demam keras dan mereka meminta kepada Yesus supaya menolong dia. Maka Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itu pun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka.” [ayat 38 - 39]

Pada tahun ajaran 2014/2015 semua sekolah harus menggunakan kurikulum 2013. Salah satu isi dari kurikulum tersebut yaitu, “pendidikan karakter” harus diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Tempo dulu sebenarnya di sekolah sudah diberikan pendidikan karakter dengan nama “Budi Pekerti”. Begitu pentignya pendidikan karakter untuk diberikan di sekolah karena di Indonesia khususnya banyak orang yang cerdas di sisi ilmu pengetahuan, tetapi sangat memprihatinkan di sisi lain, yaitu banyak orang yang karakternya tidak baik. Contohnya, tingkat korupsi yang sangat tinggi. Apalagi tindakan-tindakan asusila lainnya, yaitu pheudophilia.
Bacaan hari ini memberi pelajaran kepada kita. Tuhan Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat yang sudah tentu mengajar berbagai hal: tentang kasih, sopan santun, bersyukur, menghormati, memuliakan Allah, dan lain-lain. Ketika Tuhan Yesus bertemu dengan banyak orang, apa yang diajarkan diimplementasikan juga dalam tindakanNya. Tuhan Yesus menyembuhkan orang sakit, memberi makan orang yang lapar, menguatkan yang lemah, menasihati orang yang bertindak serong, dan masih banyak lagi. Kata-kata dan tindakan Tuhan Yesus mencerminkan bahwa Dia adalah Anak Allah. Pernyataan bahwa Yesus adalah Anak Allah bukan saja manusia yang mengatakan, tetapi setan-setan pun juga mengatakannya. Jadi, apa yang keluar dari mulut Tuhan Yesus ada di dalam hatiNya dan tindakanNya.
Bagaimana dengan kita? Ternyata kita sering menjadi seperti gajah diblangkoni, artinya iso khotbah gak iso ngelakoni (bisa bicara, tapi tidak bisa melakukannya). Jangan bicara keras-keras ya.. Nanti didengar orang lain. mudah-mudahan jemaat di GKJW tidak ada “Gajah yang Diblangkoni”.. malu ahh!! [DG]
“Talk less, do more!”  (Bicaralah sedikit, berbuatlah banyak!)