Kamis, 13 Maret 2014

Pengorbanan



Bacaan : Ester 4 : 10 – 17
Pujian  : KJ 169
Nats : “…….Kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati.” [ayat 16 - d]
Memiliki jabatan atau kekuasaan, mungkin menjadi impian bagi sebagian orang. Dengan jabatan atau kekuasaan yang tinggi, manusia dapat memperoleh segala-galanya. Demikian pula halnya dengan Haman bin Hamedata, seorang pejabat pada masa pemerintahan Raja Cyrus (Ahasyweros), yang merasa dirinya layak mendapat penghormatan dari orang lain yang dianggapnya lebih rendah statusnya. Ketika Mordechai tidak mau sujud kepadanya, harga dirinya mulai terusik. Hatinya mulai panas dan ingin membalaskan sakit hatinya, bukan saja kepada Mordechai, namun lebih dari itu ia ingin melenyapkan bangsa Israel yang saat itu berada di tempat pembuangan.
Keadaan tersebut tentu saja mengancam eksistensi kehidupan bangsa Israel. Bila rencana itu berhasil dijalankan, maka bangsa Israel akan menghilang dari sejarah peradaban manusia. Pergumulan menghadapi maut bagi bangsa Israel ini tentu bukanlah masalah sederhana, bahkan Ester yang hidup di dalam istana sekalipun tidak akan luput dari bahaya ini (ayat 13). Keyakinan Mordechai-lah yang menyemangati Ester untuk berbuat sesuatu. Bahkan bila seandainya Ester tidak mau berbuat sesuatu apa-apa, Mordechai meyakini bahwa pertolongan Tuhan dapat terjadi melalui siapa saja.
Ester menghadapi dilema yang sangat sulit, satu-satunya jalan yang harus dilakukannya adalah  menghadap Raja. Ia menyadari bahwa menghadap Raja tanpa panggilan dapat menyebabkan hukuman mati baginya, kecuali apabila Raja mengulurkan tongkat emasnya. Bagi Ester, dengan menghadap Raja setidak-tidaknya akan ada peluang untuk menyelamatkan bangsanya, meski ia sendiri harus bertaruh nyawa atas tindakannya itu. Itu nampak dari ucapannya: “…….kalau terpaksa aku mati, biarlah aku mati.”
Siapakah di antara kita yang mampu berbuat seperti Ester, seorang wanita yang mungkin dianggap lemah, namun mampu menunjukkan kekuatan hatinya, bahkan ketika ia harus berhadapan dengan maut sekalipun? Marilah kita meneladani sikap pengorbanan Ester, yang berjuang bukan untuk dirinya sendiri namun rela berkorban bagi orang lain. Amin. [DK]
“ Tidak ada kasih yang lebih  besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” [Yohanes 15 : 13]

Kamis, 06 Maret 2014

Blaka Suta



Waosan : Lukas 9 : 22 – 27
Pamuji KPK 71 : 1, 3
Nats : “Putrané manungsa bakal nandhang sangsara lan ditampik déning para pinituwa, para pengareping imam, sarta para ahli Torèt. Panjenengané bakal disédani, nanging ing telung dinané bakal diwungokaké.” [Ayat 22]
Kathah pandangan hidup utawi malah ugi agami ingkang namung nedahaken margining kasaenan, tanpa mblakakaken pakewed (kesulitan) lan sangsaranipun tumuju dhateng kasaenanipun.
Waosan kita dinten menika isi paring sumurupipun Gusti Yesus ingkang kapisan bab sangsara, seda lan wungunipun. Miturut Injil Lukas Gusti Yesus paring sumurup bab menika ngantos kaping 3 saderengipun lelampahan menika dumados. Menika nedahaken bilih: 1) lelampahan menika kedah lan saestu dumados, 2) Gusti Yesus sampun pirsa kanthi cetha lelampahan ingkang badhe dipun alami, 3) lelampahan ingkang badhe dipun alami dening Gusti Yesus saestu boten entheng, 4) pramila ndherek Panjenenganipun ugi boten gampil (ayat 23-26).
Anggenipun Gusti Yesus paring sumurup bab sangsara, seda lan wungunipun sarta sarat ndherek Panjenenganipun menika nedahaken anggenipun Gusti: 1) blaka suta dhateng sedaya tiyang. Gusti Yesus boten namung ngandika bab sekecanipun dherek Panjenenganipun supados tiyang kathah gampil kepencut ndherek Panjenenganipun. 2) ngersakaken pendherekipun ingkang militan. Tegesipun boten namung golek penak lan seneng, nanging tangguh lan tanggon tumrap sekathahing panggodha lan nafsu kadonyan. 3) ngersakaken para pendherekipun ugi blaka bab dhiri pribadinipun. Tegesipun, jujur, tulus, tanpa pamrih anggenipun sami lelados dhateng brayat, greja lan masyarakat; boten gampil goroh.
Kedahipun kita minangka tiyang Kristen malah bangga dan kagum dados kagunganipun Gusti ingkang blaka makaten menika. Anggenipun Gusti kita Yesus Kristus blaka menika kedahipun ngatag manah kita kanthi sukarena lan tulus lelados murih kamulyanipun Gusti, nadyan kedah ngalami sangsara. Sampun ngantos kita dados tiyang Kristen ingkang namung golek penak lan berkah tur seneng; menika cengkah (bertentangan) kaliyan Gusti Yesus. [ST]
“Wong sing jujur uripé binerkahan, nanging sing ngaya kepéngin énggal-énggal sugih nyiksa awaké dhéwé.”[Wulang Bebasan / Amsal  28: 20]

Rabu, 05 Maret 2014

Koyakkanlah Hatimu


Bacaan : Yoel 2 : 12 – 17
Pujian : KJ 29 : 1 – 3
Nats : “Tetapi sekarang ini, kembalilah kepada-Ku dengan sepenuh hati, sambil berpuasa, meratap dan menangis. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu.” [ayat 12 - 13a]
Perjalanan hidup orang percaya mengalami pasang surut di dalam membangun hidup keimanan. Banyak permasalahan yang muncul memporak-porandakan ketahanan iman, mengakibatkan kemerosotan rohani dan moral. Manusia berjalan dengan keinginannya sendiri dan mengesampingkan bahkan meninggalkan Tuhan Sang pemilik hidupnya. Karena itu kehidupan manusia penuh dengan kesengsaraan dan penderitaan.
Kemerosotan moral itu bukan hanya membuat kesengsaraan hidup manusia sendiri, tetapi juga menyengsarakan ciptaan Tuhan yang lain: binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, bahkan air dan tanah. Tentu ini sangat mengecewakan Tuhan, membuat Dia prihatin dan sedih. Padahal Dia sangat menyayangi semuanya, baik manusia, binatang, tumbuhan dan semua ciptaan lainnya. Sangat mungkin karena itu, Tuhan sangat sedih, menangis dan “mengoyakkan jubahNya”.
Oleh sebab itu diserukanlah oleh Yoel, nabiNya, supaya manusia kembali kepada Tuhan dengan penyesalan yang mendalam, dengan berpuasa, dengan meratap dan menangis. Umat disuruh mengoyakkan hatinya, bukan pakaiannya. Artinya, umat manusia disuruh berubah total mulai dari dalam hatinya. Kalau semula meninggalkan Tuhan dan membelakangiNya, sekarang disuruh berbalik 180 derajat, kembali kepadaNya.
Mengawali masa Pra-Paskah ini mari kita memeriksa diri kita secara jujur di hadapan Tuhan, mulai dari hati kita, angan-angan pikiran, perkataan sampai perbuatan tangan dan kaki kita. Seberapa jauh membahagiakan diri kita sendiri, menghargai dan membahagiakan orang lain dan ciptaan Tuhan yang lain? Ataukah sebaliknya, kita malah menyakiti diri sendiri, orang lain bahkan yang mengasihi kita, bahkan orang menderita, menyakiti dan menyengsarakan binatang, tumbuhan dan ciptaan Tuhan yang lain? Berapa kali kita sudah mengecewakan Tuhan dan membuat Dia sedih dan menangis? Mari dengan sungguh-sungguh menyesalinya dan mohon ampunanNya. [PDL]
Bertobatlah karena telah mengecewakan dan menyakiti Tuhan dan ciptaanNya, bukan sekedar untuk memperoleh anugerah pengampunanNya!