Kamis, 31 Oktober 2013

Munafik, Apa Munafik

Bacaan : Lukas 11 : 47 – 54
Pujian : KJ 467 : 1, 2, 3
Nats : “Celakalah kamu, sebab kamu membangun makam nabi-nabi, tetapi nenek moyangmu telah membunuh mereka… kamu membenarkan perbuatan-perbuatan nenek moyangmu, sebab mereka telah membunuh nabi-nabi itu dan kamu membangun makamnya.” [ayat 47-48]
Di salah satu acara stasiun televisi swasta, ditayangkan tentang lokasi pemakaman yang sangat luas dan indah. Lokasinya bagaikan “Taman tempat rekreasi”, ada kolam taman bunga dan bangunannya sangat indah. Orang yang “berduit”, tentu sebagai penghuni dan pemiliknya. Sangat ironis, banyak orang yang hidup bermukim di tempat yang kumuh, bantaran pinggir sungai, dan rawan untuk digusur.” Ya, mau bagaimana lagi, itu sebuah realita dan sah sah saja. Persoalannya, bagaimana ketika mereka hidup? Apakah dalam kehidupannya sudah menggambarkan tutur kata, pikiran, dan perbuatan yang sepadan dengan indahnya tempat dan bangunan makam yang tentu memerlukan biaya ratusan juta bahkan milyaran rupiah? Yang terpenting, bagaimana ketika kita hidup berpadanan dengan Firman Tuhan.
Bacaan hari ini mengingatkan kepada kita bagaimana orang Farisi dan orang sangat faham tentang Taurat, namun tidak memberikan contoh teladan seperti Tuhan Yesus. Mereka membangun makam yang luar biasa tetapi nenek moyang mereka membunuh Nabi-nabi Allah. Mereka merasa dirinyi paling baik, suci, dan telah melakukan Taurat paling sempurna. Mereka melakukan adat istiadat nenek moyangnya dengan sangat ketat dan suka mengkritik orang lain (ay 37-38). Tuhan Yesus menegor secara keras atas perbuatan-perbuatan orang Farisi dan para ahli Taurat.
Marilah kita membangun kehidupan supaya kita hidup dalam pengharapan kasih karunia Tuhan. Bukannya kita membangun yang bersifat fisik secara berlebihan untuk menunjukkan kesombongan melainkan hendaknya kita membangun hal-hal yang hidup dalam menjalani kehidupan keseharian. Relasi dengan Tuhan diwujudkan dalam relasi secara nyata dengan sesama manusia. [DG]
“Pengetahuan menyombongkan dirinya karena sudah belajar begitu banyak. Hikmat merendahkan dirinya karena ia tidak tahu banyak lagi.”[William Cowper]


Selasa, 29 Oktober 2013

Sesuatu Yang Baru

Bacaan : Wahyu 21 : 1 – 8
Pujian : KJ 423 : 1, 3
Nats : “Ia yang duduk di atas takhta itu berkata: “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” [ayat 5]
Ada perubahan yang cukup signifikan di halaman depan kantor Kotamadya Surabaya. Kini diperindah dengan semprotan air yang ditanam di trotoar. Air tersebut disemprotkan ke atas, dalam jarak waktu setiap 15 detik. Jika malam tiba, air yang menyembur dari bawah trotoar itu dipadukan dengan lampu sorot warna-warni. Perubahan itu menjadikan pemandangan yang begitu indah di halaman kantor pemerintah kota Surabaya. Tentu banyak orang yang datang untuk menikmati hal baru yang nampak begitu istimewa ini.
Sesuatu yang baru, cenderung menarik perhatian setiap orang. Apalagi hal itu benar-benar baru dan belum pernah ada di tempat lain. Atau yang baru itu bukan hanya sekedar memperbaiki yang lama, melainkan benar-benar ciptaan yang baru. Mungkin akan banyak orang memperhatikannya, dan kemudian membicarakannya. Mereka akan membandingkan sesuatu yang lama dengan yang baru. Dan hampir dapat dipastikan sesuatu yang baru itu akan menarik dibicarakan.
Langit dan bumi yang baru diceritakan di dalam kitab Wahyu adalah sesuatu yang benar-benar baru. Bukan hanya memperbaiki yang lama. Tetapi ini benar-benar baru. Tentu hal ini merupakan sebuah berkat dan anugerah yang luar biasa. Kepada setiap umat yang percaya kepada Tuhan Yesus, diberikan langit dan bumi yang benar-benar baru. Sebuah suasana kehidupan nyaman yang diperkenankan untuk dinikmati manusia atas dasar kemurahan Tuhan.
Adanya langit dan bumi yang baru ini juga merupakan sebuah pertanda, bahwa karya dan sejarah penyelamatan manusia oleh Allah berjalan secara sempurna. Sebagai akibatnya, kita semua diberikan kehidupan yang lebih baik dan benar-benar baru. Kehidupan yang dianugerahkan kepada kita, karena kemurahan dan kebaikan Tuhan kepada manusia. Maka sudah sepantasnya kita selalu bersyukur untuk kebaikan dan kemurahanNya. [Oka]


Jumat, 25 Oktober 2013

Satria Piningit

Bacaan : Wahyu 19 : 11 – 16
Pujian : KJ 80
Nats : “Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama “Yang Setia dan Yang Benar”, Ia menghakimi dan berperang dengan adil” (Ay. 11)
Dalam kehidupan masyarakat Jawa, baik yang hidup pada jaman dahulu maupun saat ini, setidak-tidaknya pastilah pernah mendengar istilah Satria Piningit. Satria Piningit adalah gambaran dari satu pribadi yang diyakini akan membawa manusia ke dalam suatu keadaan yang penuh kedamaian dan keadilan. Sebuah simbol dari pengharapan yang bersifat luhur dari masyarakat Jawa akan kehidupan yang penuh kedamaian dan keadilan. Mungkin pengharapan yang sama juga ada di dalam diri bangsa-bangsa atau suku-suku lain di dunia ini. Sebuah pengharapan kearah kehidupan yang baru, yakni kehidupan yang tata tentrem kerta tur raharja (teratur, damai dan sejahtera).
Entah kita sadari atau tidak, gambaran ideal nenek moyang kita tentang Satria Piningit ini justru tampak dalam diri Yesus Kristus yang telah datang ke dunia ini untuk berjuang membangun fondasi kehidupan manusia menjadi lebih manusiawi menurut tatanan yang telah ditentukan Allah. Tentu saja dalam hal ini manusia juga memiliki kebebasan untuk mau atau tidak mau untuk melekatkan “bangunan” dirinya kepada fondasi yang bernama Yesus Kristus itu sendiri. Bagi mereka yang melekatkan diri kepada Dia, maka itu artinya bahwa orang tersebut telah menerimaNya dan ia akan hidup di dalam terang kemuliaanNya (Yoh 12: 44-46).
Dia telah berjuang dan berperang dengan setia dan benar untuk mengalahkan kuasa si maut demi keselamatan kekal kita. Kita yang menerima Dia dengan sepenuh hati berarti juga turut berjuang dan berperang dengan setia dan benar melawan kuasa si jahat yang setiap saat mengelilingi hidup kita. Dengan begitulah kita juga turut merasakan kenikmatan sorgawi, bahkan dalam kehidupan sekarang ini. Amin. [DK]
Keadilan yang datang setelah sekian lama dinantikan, bagaikan oase di padang gurun yang memberikan kelegaan bagi para musafir.


Rabu, 23 Oktober 2013

“CUKUP ≠ Kurang ≠ Sisa”

Bacaan : Lukas 11 : 1 – 4
Pujian : KJ 468 : 1
Nats : “… Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya” [Ayat 3]
Mengapakah Tuhan Yesus mengajak kita berdoa dengan menggunakan kalimat: “Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya”? Mengapa tidak menggunakan kalimat: “makanan kami yang sebanyak-banyaknya”? atau “makanan kami yang sedikit saja”? Tentu saja ini sebuah gambaran yang menyatakan bahwa apa yang Tuhan berikan bagi kita adalah segala susuatu yang kita perlukan. Kita memerlukan makanan yang cukup bagi tubuh kita. Jika kurang, maka kita masih merasa lapar. Jika terlalu banyak, maka kita akan sakit kekenyangan, atau makanan terbuang karena sisa makanan yang tidak kita butuhkan lagi.
CUKUP… jelas tidak sama dengan KURANG… dan tidak sama dengan SISA. Tetapi cukup adalah ukuran yang dipakai Tuhan Yesus untuk menggambarkan hikmat dan bijaksana yang bisa kita minta kepada Allah, untuk menetapkan keputusan tentang apa yang kita butuhkan dalam kehidupan ini. Cukup adalah ukuran yang paling pas, yang pastilah disesuaikan dengan kebutuhan manusia. Jika kita tersenyum dengan senyuman yang cukup menyenangkan, maka orang lain akan merasa nyaman melihat senyum kita. Tapi kalau kita kurang senyum, orang mengira kita sedang kesal dengan mereka. Hati-hati juga jika senyumnya sudah berlebih, bisa senyum-senyum sendiri atau justru senyum menjadi aneh dan membuat orang lain tidak nyaman. Memakai sepatu, kalau ukuran sepatu kurang dari ukuran kaki, pasti tidak nyaman dipakai. Kalau ukuran sepatu berlebih, pasti sering terlepas saat dipakai. Ya, yang paling pas ukurannya adalah cukup.
Demikianlah Allah senantiasa memberikan segala sesuatu yang cukup dalam kehidupan kita. Hanya saja terkadang permintaan manusia terlalu banyak. Harapan manusia terlalu macam-macam. Sehingga ketika Allah memberikan apa yang dibutuhkan manusia, terkadang manusia masih merasa kurang… padahal itu sudah cukup sesuai kebutuhannya. Bersyukur atas kecukupan hidup kita adalah bagian nyata dari kesungguhan kita mengungkapkan doa seperti yang diajarkan Tuhan Yesus. [dee]
“Orang yang baik selalu berkecukupan, tetapi orang jahat selalu kekurangan”[amsal 13:25]


Senin, 21 Oktober 2013

Hidup Adalah Pilihan

Bacaan : Wahyu 18 : 1 – 8
Nyanyian : KJ : 440
Nats : “Lalu aku mendengar suara lain dari sorga berkata: “Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.” [ayat 4]
Dalam hidup ini setiap orang pasti punya yang namanya prioritas. Ada yang mengutamakan kekayaan, ada yang mengutamakan jabatan dan ada yang mengejar gelar setinggi-tingginya. Ada orang yang begitu bangga dengan tas seharga ratusan juta, ada yang bangga ketika makan di restoran bisa menghabiskan 4 juta sekali makan. Tidak ada yang salah, sepanjang semua itu tidak membuat kita berpaling dari Tuhan.
Dalam perikup ini Yohanes hendak mengkisahkan runtuhnya kerajaan Roma. Dalam masa kejayaanya Roma bernafsu sekali untuk memiliki segala harta benda dengan segala kemewahanya. Namun itu semua yang membuat bangsa ini justru akhirnya jatuh terpuruk. Bahkan dalam buku “Menyingkap janji Tuhan” (Pdt. Eka Darpa Putra) dikatakan Wahyu 18 ini merupakan nyanyian mala petaka bagi Babel yang sesungguhnya adalah Roma.
Sudah banyak sekali orang-orang terhormat di Negeri ini yang jatuh terpuruk karena nafsu keserakahanya. Dengan posisi yang dijabatnya mereka melakukan hal-hal yang justru bertentangan dengan amanah yang harusnya dilakukan. Mereka lupa bahwa semua itu akan membawa dirinya menjadi orang-orang yang sangat mempermalukan diri dan keluarganya.
Biarlah semua itu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Jangan terpengaruh oleh kekayaan yang bisa mereka dapatkan. Tetapi lihatlah akibat dari keserakahan mereka yang sangat menyengsarakan dan memalukan. Tidak ada yang bisa lepas dari akibat yang menjadi pilihan hidupnya. Semua pasti akan menuai dari apa yang ditaburnya. “Tidak ada yang gratis dalam hidup ini.” Semuanya pasti mempunyai harga yang harus dibayar dari setiap pilihan yang kita ambil. [HB]
Hidup ini sebenarnya sederhana, tetapi manusia merumitkan diri dengan rencana yang tidak dikerjakan, janji yang tidak ditepati, kewajiban yang tidak dilaksanakan, dan larangan yang di langgar. [Mario Teguh]



Jumat, 18 Oktober 2013

Aja Nampik Supaya Ora Katampik

Waosan : Lukas 10 : 13 – 16
Pamuji KPK 148 : 1, 2, 3
Nats : “Mangka kang nampik marang Aku, iku nampik marang Panjenengane kang ngutus Aku” [ayat 16b]
Katampik punika rak ateges mboten dipun tampi! Mendah sedhih lan sakit ing manah yen kita ngantos katampik dening sesami lan lingkungan kita. Wonten maneka warni alesan ngantos wonten tiyang ingkang dipun tampik, ing antawisipun status, drajat, pangkat, kasugihan, pangertosan, suku bangsa, agami, kapitadosan, lsp. Bab nampik lan katampik punika rak mboten dados cita-cita lan pilihan gesang kita sami. Sebab, nampik lan katampik ndadosaken pigesangan karaosaken mboten tentrem lan rahajeng.
Kitha Khorazim punika mapan celak seganten Galilea, kirang langkung 3 km ing sisih leripun kitha Kapernaum. Tirus dan Sidon punika kitha-kitha ingkang dipun besmi dening Gusti Allah minangka ukuman jalaran kadursilanipun (mirsanana Yeheskiel 26-28).
Kitha Kapernaum minangka papan pangkalanipun Gusti Yesus ing salebeting makarya ing tlatah Galilea. Kitha Kapernaum mapan ing persimpangan ingkang penting, ingkang dipun langkungi dening para dagang lan prajurit Romawi. Pramila kitha Kapernaum dados kitha ingkang strategis kangge martosaken bab pakaryanipun Allah. Sebab, badhe dipun pirengaken dening tiyang kathah lan malah saged ugi dipun gethok tularaken ing papan-papan tebih dening tiyang-tiyang ingkang pating sliwer ing kitha Kapernaum.
Ewasemanten, kathah penduduk kitha Kapernaum ingkang mboten mangertos bab mujizatipun Gusti Yesus lan mboten pitados dhumateng Panjenenganipun. Malah kitha Kapernaum kalebet ingkang badhe ngakimi lan nampik Gusti Yesus.
Kita perlu waspada, sebab mboten dados jaminan yen celak sacara lair (cap utawi stempel Kristen) kaliyan Gusti Yesus badhe otomatis nampi lan pitados dhumateng Panjenenganipun. Kita mbetahaken sikap tulus, andhap asor, lan manjing pitados supados mboten katampik. Amin. [Esha]
Nyawisna papan mring Gusti, aneng sajroning ati”


Kamis, 17 Oktober 2013

Perbuatan Mereka Menyertai Mereka

Bacaan : Wahyu 14 : 6 – 13
Nats : Ayat 13
Nyanyian : KJ 269 : 1
Salah satu kebahagiaan, kebanggaan dan merasa tersanjung bagi keluarga dan kebanyakan orang adalah jika anggota keluarga atau kerabatnya meninggal dunia dan dimakamkan di taman makam pahlawan. Pepatah mengatakan: “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan orang mati meninggalkan nama baik (perbuatan yang baik ketika hidup).” Sesuatu yang bernilai ditinggalkan oleh gajah, harimau, dan manusia ketika menjalani kehidupan. Firman Tuhan pada pagi hari ini mengatakan “Berbahagialah orang-orang mati yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” “Sungguh,” kata Roh, “supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.” [ayat 13]
Para martir (orang yang setia dan taat dalam melakukan kehendak Tuhan) mendapatkan kebahagian dari Tuhan yaitu hidup di dalam kemuliaan Tuhan. Tentunya, perbuatan-perbuatan iman mereka kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat yang senantiasa akan menyertai perbuatan mereka.
Bagi kita yang masih hidup, sudah barang tentu hidup dalam pengharapan untuk mendapatkan kasih karunia dan kemuliaan Tuhan. Kita bisa meneladani para martir, sekalipun mereka harus menderita bahkan mati karena kesetiaan dan ketaatannya untuk melakukan Firman Tuhan. Sudah barang tentu bagi kita yang hidup saat ini, diingatkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan setia melakukan kehendak Tuhan, sehingga karena kasih karunia Tuhan perbuatan kita akan menyertai kita juga.[DG]
Kasih adalah hal yang membedakan antara hukuman mati dan mati martir.” [Evelyn Underhill]


Rabu, 16 Oktober 2013

Padha Sukarenaa, Awit Karahayon Kang Saka Allah Wus Nekani Sira.

Waosan : Wahyu 12 : 1 12
Nats : Ayat 12
Pamuji: KPK 141
Wiwit manungsa dhumawah ing dosa, manungsa gesangipun dipun kwasani dening iblis (Yun: diabolos, Ibrani: Satan), ingkang nggadhahi teges: ”tukang fitnah”, nasaraken tiyang sajagad. Ing waosan kita kagambaraken naga, ingkang badhe memangsa Putra ingkang miyos saking wanita.
Ing sauruting gesang tansah wonten memengsahan ing antawisipun Sang Mikael (malaekat ingkang ngayomi umatipun Allah Dan 1:12) kaliyan naga ingkang kabantu dening para malaekatipun. Ananging naga (iblis/setan) mboten kuwagang nglawan, wasana kasoran. Pirantos ingkang ngawonaken/ ngasoraken naga kalawau inggih punika panebusanipun Sang Kristus. Umat kagunganipun Gusti ugi ndherek ngraosaken panebusan punika srana nyekseni pangwasanipun Gusti Allah ingkang milujengaken gesangipun. Naga ingkang katelukaken dening Mikael dados gegambaran iblis ingkang dipun telukaken dening Gusti Yesus, ingkang murugaken para umat kagunganipun nampi “kemenangan”.
Kebabaring Kratonipun Allah ingkang kawiwitan srana panebusan ing kajeng salib, cunduk kaliyan piwucalipun Yokanan lan Paulus, bilih seda lan wungunipun Gusti Yesus dados pratandha bilih iblis sampun kakawonaken lan madeging kratonipun Allah kanthi sedaya berkah-berkahipun. Iblis/setan mboten saged malih nindakaken fungsinipun, karana Gusti Yesus sampun unggul ing yuda, kamardikan, katentreman lan kawilujengan kaparingaken dhateng para umatipun kanthi lelahanan (gratis).
Gesang ing pangwasanipun iblis murugaken kita sami nandhang sangsara, nandhang cilaka, kagantungan ing karisakan lan pati. Ananging panebusanipun Sang Kristus murugaken kita sami nampeni lan ngalami karahayon ingkang langgeng. Sami bebingaha! Tansah bebingaha ing sadhengah kawontenan! Kabingahan kita saben wekdal lan ing sadhengah kawontenan dados paseksi dhateng tiyang sanes, nedahaken agunging sih katresnan lan pakaryanipun Gusti. Amin [SS]
Kabungahan kan tan kendhat dadi pratandha tumrahing sihe Gusti kang lumintu.


Sabtu, 12 Oktober 2013

Papan Pandhereke Gusti Yesus

Waosan :  Wahyu 7 : 9 – 17
Pamuji  :  KPK  321 : 1, 2
Nats : “Amarga bakal padha diengen sarta diirid menyang tuking banyu kauripan dening Sang Cempe kang ana satengahing dhampar iku.”[17a]
Ing wulan Juli kepengker wonten lindhu ingkang kedadosan ing Aceh. Kathah griya ingkang risak sarta boten saged dipun panggeni malih. Boten namung kurban bandha nanging ugi kurban jiwa. Karana lindhu, para warga gesang ing papan-papan pangungsen, ingkang temtunipun boten sekeca. Perkawis bencana alam lindhu pancen boten saged kanyana-nyana, boten wonten tiyang ingkang sumerep. Ingkang saged katindakaken namung waspada lan siaga. Bencana alam ingkang murugaken pepejah lan sirnaning bandha donya punika ngengetaken kita bilih ing alam donya punika boten wonten ingkang langgeng.
Kitab Wahyu punika kawastanan kitab eskatologis, ingkang isinipun martosaken bab jaman pungkasan / kelanggengan. Yokanan ingkang dipun paringi paningalan (penglihatan) ing Patmos paring paseksi kados ing waosan punika. Bakal dumugi wancinipun tiyang saking sakathahing bangsa lan basa ingkang kakempalaken ing ngarsanipun Sang Kristus. Tiyang ingkang ngagem jubah putih tansah ngluhuraken lan memuji Gusti karana sampun luwar saking sangsaraning donya lan pinaringan kawilujengan langgeng ing swarga. Kasisahan lan karibetan salebeting gesangipun sampun purna awit sihipun Gusti Yesus.
Reraosan punika ngengetaken kita, bilih gesang ing donya punika namung sawetara. Wonten gesang langgeng ingkang kaparingaken dhateng kita para panderekipun Gusti Yesus. Kasisahan lan karibetan ing alam donya punika boten langgeng. Sedaya ingkang kita sanggi ing donya punika bakal luwar. Gusti Yesus sampun rawuh kangge nebus dosa-dosa kita. Mekaten ugi Gusti Yesus sampun tindak dhateng swarga nyawisaken papan kangge kita para panderekipun ingkang setya. Ingkang dipun kersaaken Gusti supados kita punika tetep setya dhateng Gusti salampahing gesang ing donya. Kita tetep makarya lan nindakaken sedaya tanggel jawab kita kanthi kebak pangajeng-ajeng dhateng Gusti. Sarana kita pitados bilih Gusti Yesus sampun nyawisaken papan ingkang langgeng kangge kita sedaya para umat kagunganipun. Amin. [AR]
Uripe manungsa ing donya iku mung mampir ngombe


Jumat, 11 Oktober 2013

Who Am I ?


Bacaan : Lukas 9 : 19 -22
Nyanyian : KJ 280
Nats : Yesus bertanya kepada mereka: “Menurut kamu, siapakah Aku ini?” Jawab Petrus: “Mesias dari Allah.” [ayat 20]
Jackie Chan, siapakah yang tidak pernah mendengar namanya. Ia adalah seorang actor sekaligus ahli beladiri yang dikenal mampu membuat sebuah film yang seharusnya tegang namun dapat menjadi hiburan yang menarik dan lucu. Salah satu filmnya yang menarik adalah film yang berkisah tentang dirinya yang berperan sebagai seorang tentara yang kehilangan jati dirinya karena amnesia (kehilangan ingatan). Judul film itu adalah “Who Am I?” atau “Siapakah Aku?” Pertanyaan itu muncul karena Jackie Chan selalu menanyakan siapa dirinya sesungguhnya. Memang kehilangan jati diri adalah sesuatu hal yang sangat memusingkan.
Nats bacaan kita di atas, yakni tentang pertanyaan Yesus kepada para murid bukanlah hendak mengatakan bahwa Yesus tengah mengalami amnesia sehingga kehilangan jati diriNya. Bukan, jelas bukan itu maksud pertanyaanNya kepada para murid. Pertanyaan tersebut sangatlah penting, karena Yesus hendak mengukur sejauh mana para murid mengenal dan bagaimana mereka memandang diriNya. Apakah selama mereka mengikut Yesus, mereka telah betul-betul tahu, paham dan sadar tentang siapa Yesus sebenarnya ataukah mereka memiliki pandangan yang sama dengan orang-orang lainnya (bandingkan dengan ayat 18-19).
Lantas bagaimana bila pertanyaan yang sama ditanyakan kepada kita? Siapakah Yesus menurut kita? Apa jawaban kita? Tentu kita yakin bahwa Dia adalah Mesias dari Allah, seperti jawaban tegas Petrus. Jawaban yang terlahir dalam diri kita akan menentukan pandangan, sikap dan harapan kita terhadap Tuhan Yesus. Mungkin jawaban kita lebih dari jawaban Petrus. Dia adalah Gembala, Sahabat setia, Pecinta / Pengasih, Pelindung, Penyelamat, Maha Dokter, Maha Guru, dsb. Yang lebih penting dari sekedar jawaban itu adalah kita memegang teguh dan meyakini dengan kuat jawaban dan pengakuan kita itu. Amin. [DK]
“Diri kita adalah hasil dari apa yang kita pikirkan.”


Kamis, 10 Oktober 2013

Kesempatan Kedua

Waosan : Lukas 9 : 7 – 9
Pamuji : KPK 125 : 1, 2
Nats : “… Sapa Wong iki, kang wis kawartakake mangkono iku? Tumuli ngudi bisane ketemu karo Gusti Yesus.” [ayat 9]
“Kesempatan tidak datang dua kali.” Punapa panjenengan setuju kaliyan pamanggih punika? Kesempatan pancen mboten wongsal-wangsul mampir ing gesang kita. Lan emanipun boten sedaya manungsa saged ngginakaken kesempatan punika kanthi sae, malah sok dipun jaraken liwat.
Herodes nembe kemawon ngraosaken ewah-ewahan gesang, nggih punika remen mirengaken piwucalipun nabi Yokanan Pembaptis. Ananging kanthi astanipun piyambak, Prabu Herodes ugi tega mejahi Yokanan Pembaptis karana kapotangan janji dhateng putrinipun. Kasedhihanipun ngetingalaken bilih sejatosipun Prabu Herodes punika ngraosaken gagal. Gagal ndherek swantening manahipun ingkang sampun manggihi tentrem rahayu ingkang sejatos. Wekdal mireng wonten pribadi ingkang kados Yokanan, inggih punika Gusti Yesus, manahipun dados gumregah lan rumaos kepingin saged pinanggih kaliyan Gusti Yesus. Karana, Prabu Herodes sampun mireng pawarta bab tumindakipun Gusti Yesus ingkang ngeram-eramaken.
Kesempatan tamtu wonten ing gesang kita. Kesempatan dados tiyang sepuh, kesempatan dados mahasiswa, kesempatan dados Mejelis Pasamuwan, punapa malih kesempatan dados putra-putranipun Gusti. Mboten sedaya tiyang pikantuk kesempatan ingkang sami kaliyan kita lan dereng tamtu kesempatan punika saged wonten malih. Sampun ngantos getun karana kita nglirwakaken kesempatan ingkang dipun paringaken dening Gusti dhateng kita.
Sumangga kita ginakaken kesempatan punika kanthi sasae-saenipun. Awit kesempatan saged dipun ginakaken kangge ningali sepinten kuwalitas (ajining) dhiri kita. Kejawi punika, kesempatan ugi dados wekdal nggetuni punapa ingkang kalampah lepat ing wekdal ingkang sampun kepengker. Saben dinten kita pinaringan kesempatan pinanggih kaliyan Gusti Yesus. Sampun ngantos kita liwati kesempatan punika. Srana sowan lan pinanggih kaliyan Gusti, kita pinaringan tuntunan lan kekiyatan ngalami gesang kita ingkang tumuju dhateng rumentahing berkah. [PKS]
“Aja nyepelekake kesempatan kang ana!


Rabu, 09 Oktober 2013

“How Great is Our God”

Bacaan :  Wahyu 5 : 1 – 10
Nats : Ayat 6
Pujian : KJ 222a
Kereta api dengan banyak gerbong membawa penumpangnya dari Malang ke Yogya. Semua gerbong pergi ke tujuan yang sama. Tetapi ternyata sepanjang perjalanan itu, mereka terpisahkan oleh banyak gerbong. Ada yang memilih gerbong ekonomi A, B, C, ada yang memilih gerbong bisnis D, E, F, ada juga yang memilih gerbong eksekutif G, H, I. Tidak peduli gerbong ekonomi atau gerbong bisnis atau gerbong eksekutif… semua ada dalam satu rangkaian kereta yang sama, semua percaya pada masinis yang sama, yang akan membawa mereka sampai pada tujuan.
Ya, kehidupan iman kita bersama dengan Sang Kristus kadang seperti gerbong-gerbong itu. Kadang kita seperti sedang ada di gerbong eksekutif, saat jiwa kita begitu sejuk, nyaman, tentram dan merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup kita. Namun semuanya punya tujuan yang sama, yaitu percaya kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Juru Selamat. Kadang semangat untuk terus dekat dengan Tuhan, kadang merasa tidak butuh Tuhan. Kadang selalu ingat Tuhan, kadang lupa. Bagaimana pun liku-liku perjalanan hidup kita bersama Tuhan, asal kita selau menaruh iman dan pengharapan kepada-Nya, kita pun akan sampai pada tujuan yang sama: sukacita dan sejahtera bersama Tuhan Yesus.
Sedemikian besar Allah kita, Tuhan kita Yesus Kristus, dalam kesaksian kitab Wahyu 5:1-10. Tidak ada yang mampu membuka gulungan kitab sebagai lambang keselamatan Allah, kecuali Sang Anak Domba, Tuhan Yesus Kristus. Dia telah mencurahkan darah-Nya bagi penebusan dosa manusia. Kepada Tuhan Yesus sajalah kita beriman. Dan sungguh luar biasa, Allah setia dan tidak pernah meninggalkan kita sendirian menempuh perjalanan hidup kita. Meski kadang iman kita masuk kategori iman ekonomi, atau kadang iman bisnis, bahkan iman eksekutif, tetapi iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus tidak akan pernah melepaskan kita dari kekelaman. Asalkan kita bersedia berserah dan berpengharapan untuk menerima pimpinan Tuhan Yesus, maka kita akan dituntun untuk sampai di tempat tujuan, yaitu kehidupan kekal bersama Tuhan Yesus. [dee]
“Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri” [Amsal 3 : 5]


Selasa, 08 Oktober 2013

Pangabekti Kang Nengsemake

Waosan : Wahyu 4 : 1 – 11
Pamuji : KPK 4
Nats : “Anadene makluk mau saben-saben padha ngunjukake pamuji lan pakurmatan tuwin puji sokur marang panjenengane kang lenggah ing dampar….” [ayat 9]
Iba endahipun swasana ingkang kaserat ing waosan kita dinten menika. Saking dampar suci medal piwucal-piwucal endah, lan saking para tiyang suci/ tiyang-tiyang pitados klair saos sokur lan pamuji. Kraos sanget wonten swasana ingkang regeng ingkang nuwuhaken bingahing manah.
Menapa ugi mekaten nalika panjenengan mlebet ing pangabekti ing dinten Minggu, kanthi temen kita nggatosaken piwucalipun Gusti lumantar pelados, lajeng kita nglairaken kesanggeman kita nindakaken dhawuhipun lumantar kekidungan? Saiba endahipun menawi kita mlebet ing pangibadah Minggu klayan manah ingkang temen-temen cumadhang nampi lan nggegilut pangandikanpun Gusti.
Namung emanipun, wonten kemawon sedherek ingkang nalika mlebet dalem pamujan ingkang dipun tengenaken sanes manah nanging nalar. Lan nalika pangabekti purna, ingkang klair: “Khotbahe mau ora nggenah, ora cetha blas, karepe apa! Apa maneh wong-wong yen nyanyi nggarai tambah ngantuk!”
Kadosipun radi mokal menawi kita badhe manggihaken pangibadah ingkang sampurna. Ing pundi kemawon mesthi wonten kekiranganipun. Sanadyan mekaten, kita tetap saged ngraosaken endahing pangabekti. Kadospundi? Inggih menika menawi kita purun nengenaken manah ingkang resik ingkang namung katujokaken kagem ngluhuraken asmanipun Gusti lan ngraosaken endahing patunggilan. Manah sampun bingah nalika kepanggih kaliyan sesamining tiyang pitados lan malah saged memuji Gusti sesarengan. Umpami kotbahipun pelados boten cetha, tetap rumaos bingah awit sampun mireng pangandikanipun Gusti kawaosaken. Mila, sumanga tansah nyawisaken manah kita saderengipun kita mlebet ing pangabekti Minggu. (smdyn)
“Pangibadah dados endah srana manah ingkang lembah lan bingah.”


Senin, 07 Oktober 2013

Bersembunyi Dari Tuhan ?

Bacaan : Lukas 8 : 16 – 18
Nats : Ayat 17
Nyanyian : KJ 302
Dalam sebuah persekutuan keluarga terdiri dari 4 orang, Bp. Ibu dan 2 orang anak laki-lakinya, sang ibu bertanya kepada anak nya: “Mas, kemarin sekolah minggu kamu dikasih uang sama ibu berapa?” “Dua ribu sama lima ribu” jawabnya. “Ibu ‘kan bilang lima ribu untuk persembahan dan yang dua ribu untuk kamu jajan. Ibu kemarin tiba-tiba pingin ikut menghitung persembahan, dan ibu tidak melihat uang lima ribu dalam kantong persembahan.” Tetapi sang anak masih terus ngotot bahwa uang lima ribu itu sudah masuk ke dalam kantong persembahan.
Dengan tenang sang ayah bilang kepada anaknya: “Mas, kalau kamu merasa salah tidak perlu ngotot seperti itu, semakin kamu ngotot semakin memperjelas kesalahanmu, sekarang kamu bertobat minta ampun pada Tuhan, sekaligus menutup doa pagi ini.” Kemudian anak ini berdoa minta ampun kepada Tuhan dan berjanji tidak akan mengulang lagi kesalahanya. Tetapi kebenaran itu memang harus terus dijaga dan dipelihara. Ketika anak itu menjelang remaja, dia kembali ketahuan berbuat dusta. Waktu itu sang anak tidak mau diajak ibadah di Gereja sore dengan alasan dia ada acara di sekolah. Dia ke gereja pagi sendiri. Malamnya bapaknya bertanya: “Tadi pagi siapa yang khotbah?” Dijawabnya: “Pdt. Tyas.” “Dia itu laki-laki apa permpuan?” lanjut tanya ayahnya. Dijawabnya: “Ya perempuanlah! Wong namanya aja Tyas,” karena guru agamanya bernama Tyas dan perempuan. Padahal pagi itu yang berkhotbah Bapak Pdt. Tyas Lumadi Silas, seorang laki-laki. Orang tua anak ini langsung ketawa mendengar jawaban tsb. Itulah cara Tuhan menemukan berbagai kebohongan. Janganlah coba-coba berbohong, menyembunyikan sesuatu, apalagi di hadapan Tuhan. Pada saatnya, semuanya pasti akan terbongkar. Tidak ada yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. [HB]
“Sekali orang menyembunyikan dosa, dia akan berbuat dosa lagi untuk menutupi kebohongannya.”


Jumat, 04 Oktober 2013

Wani Nresnani

Waosan : 1 Korinta 16 : 10 – 24
Pamuji : KPK 106 : 1, 3.
Nats :  “Padha dibakuh ing pengandel! Padha dikendel lan disantosa, lan pegawéanmu kabèh lakonana kanthi katresnan.” [ayat 13 - 14]
Ing pungkasaning serat 1 Korinta menika Rasul Paulus paring piweling dhateng warga pasamuwan Korinta. Piweling menika minangka kesimpulan saking sadaya isining serat menika. Ing ngriki Rasul Paulus pesen supados warga pasamuwan Korinta sami nindakaken sadaya padamelanipun kanthi katresnan. Katresnan dados punjering piwucalipun Rasul Paulus wonten serat menika (1 Kor. 13).
Pangandel ingkang bakuh boten wonten paedahipun menawi boten kabuktekaken kanthi katresnan. Kekendelan (keberanian) badhe mbebayani menawi boten kasurung klayan katresnan. Nanging katresnan boten badhe saged tumanja lan kasunyatan menawi boten wonten kekendelan lan santosaning pangandel. Bukti wujuding katresnan mbetahaken kekendelan; kekendelan nanggel bebayanipun (resikonya). Karana kadhangkala nandukaken katresnan tiyang kedah nemahi pepalang lan malah kasangsaran. Kadhangkala niyatipun nresnani, nanging malah lajeng dipun sengiti, dipun singkiraken dening tiyang sanes. Nresani menika mbetahaken kekendelan kekurban. Malah wonten pitembungan “nulung malah kepenthung.” Pramila saking menika boten sekedhik tiyang ingkang gagal mujudaken katresnanipun, enggan mujudaken katresnanipun karana ajrih utawi boten wantun nanggel resikonipun. Pramila kangge nresnani tiyang sanes mbetahaken santosaning niyat lan tekad.
Supados kita nggadhahi kekendelan lan santosaning niyat lan tekad nresnani sesami, kita kedah ngantebaken kapitadosan kita. Kados pundi marginipun? Inggih menika srana sregep sinau saking tumindakipun Gusti lan saking Kitab Suci, kados sregep maos Pancaran Air Hidup (PAH) menika saben dinten. Margi sanesipun nggih menika tansah sesambetan kaliyan Gusti lumantar pandonga saben enjing lan dalu, lumantar pangabekti ingkang kanthi trusing manah. Srana antebing kapitadosan kita malah saged kaluwaran saking raos ajrih lan kuwatos, saha ngalami gesang ayem tentrem lair lan batos. Amin. [ST]
“Gusti mugi ngantebaken iman kawula lan nyantosakaken niyat lan tekad kawula nresnani.”


Kamis, 03 Oktober 2013

Malu Mengakui Dosa

Bacaan : Lukas 7 : 36 – 50
Nats : Ayat 47
Nyanyian : KJ 29
Dosa membuat orang merasa malu. Rasa malu sering menjadi penghalang orang mau mengakui dosanya. Orang pada umumnya merasa malu kalau ketahuan menangis. Orang yang sungguh-sungguh mengakui dosanya dengan penyesalan yang mendalam akan membuat orang itu menangis. Rasa malu membuat orang tidak mau mengakui dosa dan kesalahannya.
Namun perempuan yang mendatangi Tuhan Yesus dalam bacaan kita ini tidak merasa malu menangis. Dia sangat mengharapkan pengampunanNya. Karena itu dia sangat menyesali dosa-dosanya. Tuhan Yesus pasti melihat pengakuan dosanya yang disertai penyesalan yang mendalam. Karena itu, Tuhan Yesus mengampuni dosanya dan menyelamatkan dia.
Perempuan itu menyatakan pertobatannya dengan perbuatan kasih kepada Tuhan Yesus. Dia membasuh kaki Tuhan Yesus dengan air matanya, menyeka kakiNya yang basah dengan rambutnya, dan meminyakinya dengan minyak wangi. Tuhan Yesus dengan penuh kasih menerima pertobatannya, pengakuan dosanya.
Pertobatan atau pengakuan dosa untuk mendapatkan pengampunanNya itu harus dilanjutkan perbuatan kasih. Sering terjadi pertobatan dan pengakuan dosa yang dilanjutkan dengan pengulangan perbuatan dosa. Orang yang sungguh-sungguh menyesali dosa dan kesalahannya, yang tidak malu-malu mengakuinya, pasti akan lebih terdorong untuk menindaklanjuti pengakuannya dengan perbuatan kasih, dengan ketaatan.
Tuhan bisa melihat dengan pasti setiap orang apakah dia dengan sungguh-sungguh mengakui dan menyesali dosanya. Tentu hanya orang yang dengan sungguh-sungguh dan menyesal serta bersedia berbuat kasih dan taat yang pertobatan / pengakuan dosanya diterima oleh Tuhan, diampuniNya. Mari dengan sungguh-sungguh setiap kali kita mengakui dosa kita, bukan sekedar berucap. [ST]
Lebih baik malu tetapi diampuni, sebab pengampunan itu menyelamatkan dan menentramkan.


Rabu, 02 Oktober 2013

Rewel

Waosan : Lukas 7 : 31 – 35
Pamuji : KPK 106
Kula pitados bilih kita sedaya sampun nate mireng, mbokmenawi malah nate nglagokaken nyanyian ingkang ngemu ukara “Ngene salah, ngono salah: rewel.” Awit ukara punika kapethik saking lagu ingkang sampun kawentar.
Paribasan (ngapunten): ngewuhake silit dikukur, ora dikukur gatel, yen dikukur kudu….. nggambaraken tiyang ingkang tansah nganyelaken utawi nggatelaken manah. Tiyang ingkang ndablek, mboten nggadhahi raos tepa slira, mboten maelu dhateng kawontenanipun asanes. Paribasan: didekek ngarep nylenthik-nylenthik, didekek mburi jegali.
Kasunyatan nedahaken mboten sekedik tiyang ingkang pancen ewed, rewel, ngantos tiyang sanes rumaos kewedan ngrangkani. Waosan kita ugi nggambaraken kawontenan ingkang mekaten punika, ngantos Gusti Yesus dhawuh ing ayat 31: Wong jinis iki bakal dak upamakake apa lan apa padhane? Nalika Yokanan Pambaptis rawuh, panjenenganipun mboten dhahar roti lan ngunjuk anggur, kawastanan keranjingan dhemit. Kosokwangsulipun nalika Gusti Yesus rawuh lan makarya ing jagad punika, Gusti Yesus dhahar lan ngunjuk, kawastanan: wong grangsangan lan karem anggur, kancane para juru mupu beya lan wong dosa.
Ayat-ayat punika paring piwulang dhateng kita:
§  - Bilih ing sauruting gesang mesthi wonten tiyang ingkang mekaten punika. Kita mboten perlu nggumun lan kaget.
§  - Kita kedah saged nampi kasunyatan punika. Sinambi nyenyuwun mugi-mugi kita katebihaken saking sikaping gesang ingkang mekaten punika.
§  - Kita kedah saged nampi kanthi kawicaksananipun Allah, awit kawicaksananipun Allah ingkang mesthi kaleresaken dening tiyang ingkang nampeni.
Ngene salah, ngono salah: rewel. Kita nyuwun kakiyatan lan kawicaksanan saking Gusti, supados kita mboten kagolong tiyang ingkang makaten punika. Amin [SS]
Gusti mugi paring kekiyatan supados kawula mboten dados tiyang rewel!