Senin, 29 Juli 2013

Bersaksi Itu Asyik !

Bacaan : Kisah Para Rasul 22:30 – 23:11. 
Nyanyian: 
KJ 341
Nats : ”Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian jugalah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma.” (23:11)
Lalu lalang pesawat yang sedang lepas landas atau mendarat sudah jadi pemandangan biasa bagi I Wayan Sudarsa, seorang pemilik restoran di Bandara Ngurah Rai, Bali. Namun, pemandangan di Sabtu sore tgl. 14 April yang lalu mengejutkannya karena ada sebuah pesawat komersial yang mendarat di laut! Kepada media on line, ia menceritakan kronologi peristiwa itu. Dia mengatakan bahwa pesawat yang akan mendarat itu tampak normal-normal saja. Namun, tiba-tiba ia melihat pesawat mendarat begitu saja di bebatuan karang karena saat itu laut sedang surut. Nah, cerita ini sangat meyakinkan karena diceritakan oleh seorang yang melihat langsung kejadian tergelincirnya pesawat komersial itu.
Demikianlah keberadaan seorang saksi sangat penting untuk menjelaskan dan menceritakan kronologi peristiwa yang dilihat dan dialami, sehingga orang lain bisa memahami suatu peristiwa dengan lebih jelas melalui kesaksiannya. Namun, tentu menjadi saksi juga merepotkan dan tidak mudah! Itulah yang sedang dialami oleh Paulus dalam bacaan kita hari ini. Akibat kesaksiannya di Yerusalem tentang Tuhan Yesus, ia diolok-olok, ditangkap, dipenjara dan bahkan sempat ditampar! Namun Paulus tak menyerah, apalagi setelah Tuhan Yesus sendiri datang menguatkannya dan memberinya tugas untuk terus bersaksi, tidak hanya di Yerusalem melainkan juga di Roma (23:11). Paulus diminta tak pernah berhenti dan menyerah untuk bersaksi.
Tidak hanya Paulus yang diminta untuk bersaksi bagi kemuliaan nama Tuhan, saudara dan saya juga diminta untuk terus bersaksi. Tentu bukan berarti harus memaksa orang lain menjadi Kristen, namun melalui kehidupan dan tindakan kita menunjukkan kesaksian yang baik. Sehingga sesama kita melihat kasih Tuhan melalui hidup kita. Terus bersaksi yuk! (Rhe).
“Kesaksian yang utama bukan terletak pada kata, namun pada laku”


Kamis, 25 Juli 2013

Bertahan Dalam Kebenaran

Bacaan: Kisah Para Rasul 21: 27-36. 
Nyanyian: 
KJ no.445
Nats  “Ketika masa tujuh hari itu sudah hampir berakhir, orang-orang Yahudi yang datang dari Asia, melihat Paulus di dalam bait Allah, lalu mereka menghasut rakyat dan menangkap dia” (ayat 27)
Aida adalah seorang wanita Kristen dari Rusia. Pada masa pemerintahan rezim komunis di Sovyet, ia telah mengalami beberapa kali dipenjarakan oleh pemerintah saat itu. Ia pertama kali dipenjarakan saat berusia 25 tahun, usia yang boleh dikatakan masih sangat muda. Kini Aida telah mengalami kehidupan di penjara untuk keempat kalinya. Bahkan kali ini ia dimasukkan ke dalam kamp kerja paksa, suatu tempat di mana kengerian dapat terjadi setiap saat, bahkan jatah makanan sangat sedikit.
Meski terpenjara dan tersiksa, baginya adalah sebuah kesukacitaan untuk dapat mengikut Kristus yang baginya adalah sang Kebenaran. Baginya, sekali mengenal Kebenaran maka tujuan hidupnya adalah mengikutinya, menegakkannya dan bila perlu menderita bagi Kebenaran itu sendiri. Ia terus berbicara secara terang-terangan tentang Kristus, meski ia memahami  betul resiko yang harus ditanggungnya. Tubuhnya yang sudah semakin rapuh harus membayar harga atas imannya kepada Kristus, yakni ketika para petugas kamp berusaha untuk selalu menghancurkan semangatnya.
Rasul Paulus juga mengalami difitnah, ditangkap dan disiksa karena mempertahankan kebenaran. Kebenaran memang mahal harganya, bahkan bisa semahal nyawa. Apa rahasianya Paulus dan Aida bisa memiliki keberanian mempertahankan kebenaran dengan segala resikonya? Mereka menyadari diri sebagai orang berdosa yang telah dibenarkan oleh darah Kristus. Pembenaran diri mereka itu adalah semata-mata anugerah dari Tuhan.
Kita juga adalah orang-orang berdosa yang telah dibenarkan oleh Tuhan dengan darahNya. Sanggupkah saudara menegakkan dan mempertahankan kebenaran dengan segala resikonya? [DK]
Resiko tidaklah menakutkan jika mengingat berharganya kebenaran.


Rabu, 24 Juli 2013

Fitnah

Waosan : Para Rasul 21: 15-26.     
Pamuji: 
KPK 104
Nats : “Ésuké Rasul Paulus nuli ngajak wong papat mau, lan sawisé nindakaké sesuci bebarengan, miturut tata-carané wong Yahudi, banjur padha mlebu ing Pedalemané Allah.” (Ayat 26)
Samenika kathah tiyang ingkang gampil boten trima dipun fitnah dening tiyang sanes, lajeng lapuran dhateng Kantor Polisi kasus pencemaran nama baik. Bab menika dumados mliginipun ing babagan politik ing antawisipun para pengagenging bangsa menika. Pramila lajeng para kawula (rakyat) kathah ingkang ketularan, lajeng gampil bentrok kaliyan tetangginipun.
Rasul Paulus nalika semanten ugi dipun fitnah dening tiyang kathah bilih panjenenganipun nglawan lan nerak kitab Toret.  Awit saking menika lajeng Rasul Paulus dipun prayogekaken nindakaken sesuci ing Pedaleman Suci. Tanpa mbelani dhiri Rasul Paulus lajeng manut, kersa nindakaken pamrayogi sesuci menika. Sesuci menika katindakaken dening Rasul Paulus menika boten karana ngakeni bilih panjenenganipun pancen yektos sampun nglawan lan nerak kitab Toret, kados pandakwa utawi fitnah kalawau. Pamrayogi sesuci menika katindakaken murih karukunan lan katentremaning tiyang kathah. Menika katindakaken karana rumaos panjenenganipun dipun anggep lepat, nadyan boten saestu lepat.
Mbokmenawi panjenengan nate ugi dipun fitnah, dipun anggep utawi kadakwa lepat dening tiyang sanes. Kados pundi raosing manah panjenengan? Mbokmenawi rumaos ngigit-igit, kepingin nesu, boten trima. Yen mekaten, menika limrah, manusiawi. Nanging, para kinasih, yen ngantos kita nuruti kebrananging manah ngantos nesu, yatroni, agengipun nglabrak, karukunan lan katentreman badhe nebih saking gesang bebrayan kita.
Langkung prayogi nyuwun ngapunten karana kaanggep lepat, katimbang ngekahi raos leres lajeng nesu. Kita prelu sinau nrima dipun anggep lepat dening tiyang sanes. Dipun anggep lepat dening tiyang sanes, nggih kersane, ingkang baken Gusti mirsani ingkang sayektosipun. Kita prelu sinau nyuwun ngapunten, nadyan boten rumaos lepat, nanging karana kaanggep lepat. Namung srana nyuwun ngapunten lan ingapunten karukunan lan katentreman badhe dumados. [ST]
“Kita ingapunten dening Gusti, supados kita ugi purun ngapunten tiyang sanes.”


Selasa, 23 Juli 2013

Dicari: Karyawan Dengan Syarat Rajin Berdoa !

Bacaan : Matius 9:32-38. 
Nyanyian: 
KJ 290: 1
Nats : “Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu” (Ayat 38)
Pimpinan sebuah perusahaan akhirnya lelah menyeleksi banyak calon karyawan yang melamar. Ia membutuhkan banyak karyawan untuk perusahaannya, dan hampir semua yang datang dirasa tidak memenuhi kualifikasi hatinya. Padahal mereka datang dengan menawarkan banyak keahlian dan nilai yang tinggi pada ijazah. Akhirnya pimpinan itu menyadari bahwa yang ia butuhkan bukan karyawan pandai dan ahli saja, tetapi karyawan yang taat kepada Tuhan dan tekun melakukan kehendak-Nya. Dibuatlah pengumuman: “Dicari: Karyawan dengan syarat rajin berdoa!”
Ada banyak pekerjaan  yang harus dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam kisah Matius 9:32-38 ini. Tetapi Tuhan Yesus melihat terlalu banyak orang yang membutuhkan uluran Kasih-Nya: orang buta, orang bisu yang kerasukan setan, orang banyak dengan penyakit dan kelemahan mereka masing-masing. Tuhan Yesus melihat orang banyak itu terlantar, belum semua dapat ditolong-Nya. Tuhan Yesus menggugah hati para murid supaya mereka secara aktif untuk memberi diri bekerja untuk menolong kelemahan-kelemahan sesama.
Ada banyak pekerjaan di lingkungan kita. Keramahan yang mulai memudar, ketulusan yang hampir langka, besarnya pementingan diri sendiri, juga korupsi, ketidakadilan, pembunuhan, dan banyak lagi hal lain. Dibutuhkan pekerja-pekerja yang peduli dengan hal-hal itu. Ke manakah harus merekrut pekerja-pekerja yang peduli dengan kemalangan dunia ini? Atau, siapakah yang bersedia melamar sebagai pekerja di bidang ini? Tuhan Yesus sudah memberikan dorongan kepada para murid untuk minta kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk  tuaian itu. Setiap kita yang setia hidup bersama-sama dengan Allah, kitalah pekerja-pekerja yang juga dimaksudkan oleh Tuhan Yesus untuk peduli dengan kemalangan-kemalangan situasi di sekitar kita saat ini. Bersediakah kita? [dee]
“Persoalannya bukan kurang pekerja, akan tetapi kurang daya kemauan” (Victor Hugo)


Jumat, 19 Juli 2013

Melawan Jalan Tuhan

Bacaan : Kisah Para Rasul 19:21-40
Pujian : KJ 406
Nats : “Kira-kira pada waktu itu timbul huru hara besar mengenai jalan Tuhan”(ayat 23)
Beberapa kali ditayangkan di TV reporter mewawancarai peserta demonstrasi, tentang apa tujuan mengikuti demo. Ternyata jawabannya cukup mengejutkan: “Saya tidak tahu, hanya disuruh berkumpul di sini untuk demo”. Mereka hanya diperalat menyampaikan aspirasi orang yang berkepentingan. Gambaran tersebut serupa dengan kejadian huru-hara di Efesus.
Demetrius seorang yang pekerjaannya membuat patung-patung sesembahan telah menggerakkan tukang-tukang dan orang banyak untuk mengadakan huru-hara di gedung kesenian dengan menghasut, membujuk dan menyesatkan banyak orang dengan mengatakan bahwa Paulus menyatakan apa yang dibuat manusia bukanlah dewa.
Sebenarnya Demetrius khawatir kalau sumber penghasilan mereka terancam sebab melihat banyak orang menjadi Kristen yang tidak menyembah patung-patung tersebut. Dengan berpura-pura mementingkan penghormatan terhadap dewi Artemis mereka mengadakan huru-hara. Sebagian besar dari mereka sebenarnya tidak tahu untuk apa mereka berkumpul dan membuat huru-hara. Di pihak lain panitera juga, demi nama baiknya di hadapan pejabat, memanfaatkan situasi tersebut dengan berpura-pura menyelamatkan Paulus dan bisa meredam huru-hara.
Efesus terkenal sebagai pusat penyembahan berhala. Dari keadaan itulah Rasul Paulus ingin menyelamatkan warga Efesus dengan mengajarkan ajaran Kristus tentang kebenaran, kekudusan, keselamatan, mengakui Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat serta menjauhi penyembahan berhala. Dengan demikian diharapkan mereka bisa meninggalkan kehidupan lama untuk berubah menjadi pola hidup baru di dalam Kristus.
Bagaimana dengan kehidupan kita, apakah pernah melakukan sesuatu tanpa mengetahui tujuan dari apa yang kita lakukan? Tujuan kita sudah jelas yaitu keselamatan dan kehidupan kekal bersama Tuhan Yesus. Dengan iman yang mantab kita tidak mudah dipengaruhi melakukan sesuatu untuk tujuan yang tidak jelas. (Sri)
Pemenang dalam kehidupan adalah orang yang sejuk di tempat panas, tetap manis di tempat pahit dan tetap tenang di tempat badai. (Pranata Xavier)


Kamis, 18 Juli 2013

Pitadhos Dumateng Gusti

Waosan : Matius 9:18-26.
Pamuji : KPK 116
Nats : “… ana lelurahing papan pangibadah kang marek sujud lan matur, “Anak kawula èstri saweg kémawon tilar donya éwasemanten mugi Paduka karsa rawuh saha numpangi asta, tamtu badhé gesang malih.” (ay 25)
Tigang perkawis ingkang ndadosaken cariyos punika estu-estu nrenyuhaken tumrap kita, nggih punika:
1.     Tragedi pejahipun putra estri ontang-anting tanpa dipun mangertosi saderengipun. Pangajeng-ajeng tiyang sepuhipun (Yairus) dados surem lan semplah manahipun, kados-kados boten wonten semangat kangge gesang.
2.     Lare punika umuripun kaleh welas taun, ingkang nggambaraken bilih lare punika ing tlatah timur tengah mlebet wonten ing umur perkawinan jaman semanten. Panywangipun Yairus ingkang sumunar, brobah dados peteng lilemengan.
3.     Yairus, salah satunggaling panguwaos sinagoge, tamtunipun kagungan panguwaos lan tanggel jawab ingkang ageng. Piyambakipun wonten ing puncak karier. Pepejahing anakipun ingkang dipun kasihi tamtu nggadhahi dampak ingkang serius.
Anakipun punika saklangkung aji tumrap tiyang sepuhipun tinimbang pangkat, bandha donya, lan sanesipun. Ing salebeting kasisahanipun, Yairus sowan dhumateng Gusti Yesus, nyuwun sihpiwelasipun supados anakipun punika saged tangi saking pati. Yairus saestu pitados bilih Gusti Yesus kagungan panguwaos ageng ingkang saged nangekaken anakipun saking pejah (ay 18). Kapitadosanipun Yairus dhumateng Gusti Yesus estu saged kasunyatan tumrap punapa ingkang dipun suwun, inggih menika: “anakipun saged tangi saking pati” (ay. 25).
Sumangga kita sami nggadhahi kapitadosan dhumatheng Gusti Yesus kados dene Yarius. Sumangga kita sinau saking cariyosipun Yairus. Punapaa kemawon saged kelampahan ing panguwaosipun Gusti miturt kapitadosan kita. Kita saged kaparingan kekiyatan lan kabingahan ing salebeting pacoben. Gesang wonten ing Gusti Yesus saestu saged mbangun kekiyatan anggen kita gesang. Amin (DG)
“Aja nyawang gedhening prakaramu, nanging ndelenga agunging kuwasane Gusti!”


Rabu, 17 Juli 2013

Dua Tahun Lamanya

Bacaan : Kisah Para Rasul 19:1-12. 
Nyanyian: 
KJ 153:1
Nats : 
”Hal ini dilakukannya dua tahun lamanya, sehingga semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan, baik orang Yahudi maupun orang Yunani” (ayat 10)
Dua tahun, apakah itu waktu yang lama atau sebentar? Apa yang bisa kita lakukan dalam kurun waktu dua tahun? Apakah dua tahun cukup atau kurang untuk menyelesaikan rencana-rencana kehidupan kita?
“Dua tahun lagi, kami merencanakan untuk menikah, dan pindah ke kota lain. Kami akan mencari pekerjaan yang baru di sana. Kami masih belum tahu bagaimana nanti kehendak Tuhan atas kehidupan kami, tetapi kami berencana dua tahun lagi akan bersama-sama memulai kehidupan baru yang lebih baik.” Demikianlah sepenggal rencana penuh harapan yang mungkin saja dicapai dalam jangka waktu dua tahun.
Bagaimana dengan kegiatan mendengar? Berapa lama waktu yang biasa dipakai untuk mendengar orang lain berbicara? Berapa lama waktu yang dipakai untuk mendengar musik? untuk mendengar kotbah? Bagi Paulus, ternyata butuh waktu dua tahun lamanya untuk membuat semua penduduk Asia mendengar firman Tuhan (ayat 10). Sedemikian tekun dan setia usaha yang dilakukan oleh Paulus untuk mendampingi penduduk Asia supaya mereka bisa mendengar tentang kebaikan dan karya Allah dalam kehidupan mereka, seperti yang dialami Paulus. Hanya untuk membuat orang lain mendengar saja membutuhkan waktu dua tahun.
Mungkin untuk kita itu adalah waktu yang sangat lama hanya untuk mendengar. Belum lagi memahami dan melakukan tentang Firman Tuhan. Untuk mendengar Firman Tuhan, kita tidak bisa hanya mendengar begitu saja. Butuh waktu secara khusus untuk bisa sungguh-sungguh mendengarkan. Bahkan, kita perlu membuat perencanaan sebagai respon setelah kita mendengar tentang firmanNya. Apa yang ingin kita benahi dalam kehidupan kita, apa yang akan kita lakukan untuk semakin meningkatkan kualitas hidup kita bersama dengan Allah? Berapa waktu yang kita butuhkan untuk senantiasa mendengar firman Tuhan? [dee]
“Orang yang banyak bicara tidak mempunyai banyak waktu untuk berpikir. Orang yang banyak mendengar mampu memikirkan dengan baik apa yang ia dengar” (Karl Heinz Pickel)


Selasa, 16 Juli 2013

Tumindak Miturut Karsaning Allah

Waosan: Para Rasul 18: 12-28.    
Pamuji: 
KPK 190
Wonten ing pigesangan kita padintenan wonten kalih prekawis ingkang saged namtokaken lampahing gesang kita i.p.: karsanipun Allah lan pikajeng kita manungsa. Kasunyatan nedahaken manungsa langkung nengenaken punapa ingkang dados pikajengipun piyambak lan asring mboten maelu dhateng karsanipun Allah. Gesang miturut pikajengipun manungsa mesthi anjog dhateng karisakan lan gesangipun mboten dados berkah. Kosokwangsulipun gesang miturut karsanipun Allah, mesthi tumuju dhateng karaharjan lan gesangipun dados berkah tumraping sesami.
Wonten ing waosan kita punika kita sami maos kados pundi Rasul Paulus lan Apollos, anggenipun sami gesang nengenaken karsanipun Allah lan punapa kemawon berkah ingkang katampi. Ing ayat 21 Paulus ngendika: “Kula badhe mriki malih, menawi Gusti Allah ngersakaken.” Paulus lan Apolos nindakaken sedaya pakaryanipun namung sumendhe lan manut tuwin adhedhasar karsanipun Allah. Sedaya pakaryan ingkang katindakaken ngemu tujuan nyantosakaken manahipun para pitados lan nelakaken bilih Gusti Yesus punika Sang Mesih.
Kebabaring pakaryan ingkang mekaten punika ingkang mbekta berkah:
1.     Paulus kaluwaran saking pangancamipun tiyang Yahudi lumantar Gubernur Galio.
2.     Tiyang-tiyang ingkang midhangetaken piwucalipun Paulus sami remen.
3.     Apolos, awit saking sih rahmatipun Gusti, dados tiyang ingkang estu migunani tumraping para tiyang pitados.
Punapa ingkang katampi lan karaosaken dening Paulus lan Apolos saged kemawon kelampahan tumrap kita sedaya, menawi kita sami tumindak miturut karsanipun Allah lan mboten namung nggega pikajeng kita piyambak. Mangga sami sinau mbangun turut dhateng karsanipun Allah, supados gesang kita saged katampi lan dados berkah tumraping sesami. [SS]
“Nuruti karepe dhewe cepak rekasane, manut pangerehe Gusti luber berkahe.”


Senin, 15 Juli 2013

Hati-Hati Dengan Hatimu

Bacaan : Matius 9: 1-8. 
Nyanyian: 
KJ 281
Nats : ”Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?” (ay. 4)
Belahan hati, mahkota hati, buah hati, bicara dari hati ke hati, suara hati sampai makan hati, adalah ungkapan-ungkapan yang seringkali kita dengar berkaitan dengan hati. Bukan hati dalam arti organ tubuh di bagian kanan atas rongga perut yang berguna untuk mengambil sari-sari makanan di dalam darah dan menghasilkan empedu (KBBl). Namun, “hati” yang identik dengan tempat berkumpulnya rasa dan perasaan manusia. Dalam hatilah segala bahagia dan kecewa, amarah dan kesabaran, puas dan kurang kita rasakan. Biasanya memang, apa yang ada dalam hatilah yang kita ekspresikan melalui mimik, gerakan tubuh dan juga kata-kata. Tapi tak jarang apa yang ada dalam hati, kita sembunyikan dengan baik. Bukankah ada peribahasa “dalamnya lautan bisa diduga, dalamnya hati siapa tahu?”
Tapi berbeda dengan manusia kebanyakan yang tak mampu menduga isi hati sesamanya, Tuhan Yesus mengenal dengan baik tiap hati manusia. Penulis Injil Matius menggambarkan bagaimana Yesus menegur berapa Ahli Taurat yang mbatin, saat melihat Yesus mengampuni dosa seorang lumpuh. Dengan sangat tegas Tuhan Yesus bertanya kepada mereka yang memenuhi hatinya dengan hal jahat, ”Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?” (ay. 4). Jelas, Dia mengenal dan mengetahui isi hati dengan sangat baik!
Lalu, bagaimana dengan hati kita? Betapa sering memasang senyum di wajah namun kecut di hati? Berapa sering kepala kita mengangguk sopan namun mencibir di dalam hati? Dan, apakah tubuh kita khusuk beribadah namun hati kita melanglang entah ke mana? Ah, mari belajar untuk senantiasa menjaga hati kita tetap bersih, agar hidup kita tak penuh dengan kepura-puraan tapi penuh dengan sukacita dari Tuhan. Ingat, Tuhan Yesus tahu apa yang ada dalam hati. Jadi, hati-hati dengan hati! (Rhe)
Jagalah hati jangan kau kotori, jagalah hati lentera hidup ini. Jagalah hati jangan kau nodai, jagalah hati cahaya ilahi. (Abdullah Gymnastiar)


Jumat, 12 Juli 2013

Resiko Martosaken Kayekten

Waosan: Lelakone Para Rasul 17: 1-15. 
Pamuji:
 KPK 71
Kayekten tansah ngadhepaken manungsa dhateng kalih perkawis utawi kalih pilihan. Sepindhah nampi kayekten lan ngalami transformasi (owah-owahan) gesang, utawi nampik kanthi resiko tetep kabidhung ing pangwasaning dosa. Mekaten ugi tumrap tiyang ingkang martosaken bab kayekten punika. Piyambakipun tansah ngadhepi resiko, inggih punika dipun tampik, dipun sengiti, lan malah saged dipun pejahi.
Bab ingkang mekaten punika dumados ing Rasul Paulus, ingkang leladi ing tlatah Tesalonika. Kanthi kendel Paulus martosaken kabar Injil dhateng para Yahudi lan Yunani wonten ing bale pamujan Yahudi. Kinanthenan dhasar Prajanjian Lami (Kitabipun tiyang Yahudi), Paulus medhar bab kayektenipun Injil, ingkang mratelakaken bilih Yesus Kristus kedah nandhang sangsara, seda, lajeng wungu (ayat 3). Pamedharing kayekten ingkang gamblang punika ndadosaken para pamireng (Yahudi) sami mratobat. Kejawi saking punika kathah tiyang ingkang sanes Yahudi ugi sami dados pitados dhumateng Gusti Yesus minangka Juru Slametipun sedaya manungsa (ayat 4). Nanging emanipun, boten sedaya tiyang Yahudi saged nampi bilih tiyang ingkang sanes saking golonganipun ugi nampeni kanugrahan ingkang sami kaliyan tiyang Yahudi. Karana saking punika tiyang-tiyang Yahudi punika mitenah Paulus minangka pangisruh lan mbalela dhumateng hukum Roma kanthi nguda wara isu politik. Lajeng para tiyang Yahudi ingkang boten saged nampi Paulus ngojok-ojoki masyarakat kitha Tesalonika supados nglawan Paulus lan rencang-rencangipun (ay. 5-7). Tandang-tanduk punika nedahaken tumrap panampikipun para tiyang Yahudi dhumateng kayektenipun Sang Kristus.
Ing jaman punika panampik dhumateng kayekten dereng saged ical. Greja ingkang setya martosaken Injil, kedah sagah katampik, dipun sengiti, lan ugi kaaniaya dening jagad. Nanging kita sampun ngantos sumelang tumraping bab punika. Awit badhe tansah wonten manungsa ingkang karana pakaryaanipun Roh Suci, tinarbuka manahipun, nampi kayekten lan tumut kawilujengaken. Amin (GaSa)
Kendel ing sajroning kayekten bakal nemu rahayu ing sajroning urip.



Senin, 08 Juli 2013

Nyrimpeti

Waosan : Lelakone Para Rasul 15: 36-16:5  
Pamuji : 
KPK 78: 1, 2
Nats : “Barnabas kepingin uga ngajak Yokanan kang apeparap Markus” (ayat 37).
Lampahing peladosan daur 2013-2015 saweg lumampah. Punapa kita taksih nggadhahi semangatlelados? Punapa sampun karaos kendho karana kathah perkawis ingkang mboten sami kaliyan punapa ingkang kita gadhang-gadhang? Peladosaning pasamuwan mboten wonten ingkang lumampah gangsar tanpa pepalang. Tamtu badhe wonten tantanganpergumulan ingkang kedah karampungaken, murih lampahing peladosan estu dados berkah.
Salah satunggaling pepalang inggih punika wontenipun rencang damel ingkang kasebat nyrimpetilampahing peladosan. Wonten ingkang karana masalah lajeng mutung. Wonten alasan nyekapi kabetahan lajeng peladosan dados samben, yen kober. Ningali kasunyatan rencang damel ingkang mboten sagedsaiyeg saekakapti punika, tamtu dados beban ing satengahing peladosan kita.
Perkawis punika nate dipun alami dening tim peladosanipun Rasul Paulus. Crah karaosaken antawis Rasul Paulus lan Barnabas wekdal badhe nglajengaken lampah peladosan. Inggih Yokanan ingkang kasebataken nate nilar rombongan lan mboten purun cawe-cawe ing lampah peladosan. Ngadhepi kasunyatan kados mekaten, kita saged belajar saking:
1.     sikapipun Rasul Paulus: kadosa pundi pepalang ingkang kita adhepi, peladosan tetep kedah lumampah.
2.     saking Barnabas: kita ngrangkul sedherek ingkang karaos dados pepalang. Pancen mboten sedaya kita saged ngemong lan nuntun. Nanging ing antawisipun rencang peladosan mesthi wonten ingkang kaparingan kasagedan ngrangkul lan nggandheng sedherek ingkang mundur saking peladosan.
Sedaya punika katindakaken karana sejatosipun kita nindakaken pakaryanipun Gusti Allah. Sampun ngantos nglokro lan pedhot ing paladosan lan padamelan karana wontenipun pepalang. Justru pepalang punika badhe ndadosaken kita langkung dewasa lan wicaksana. Punika saged ugi kita alami ing papan padamelan kita lan bebrayatan kita. [PKS]
“Pepalang kapasang supados saya inggil kasagedan kita.”


Jumat, 05 Juli 2013

Robohnya Tembok Pemisah

Bacaan : Kisah Para Rasul 15:12 – 21
Nyanyian : KJ 249 : 1 – 2
Nats : “Sebab itu aku berpendapat bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa lain yang berbalik kepada Allah” (ayat 19)
Mungkin kita pernah merasa malas untuk hadir ke persekutuan ibadah kelompok atau wilayah di tempat seseorang. Merasa kurang nyaman bersekutu dengan orang-orang di luar kelompoknya disebabkan perbedaan keadaan ekonomi, suku, ras, pendidikan dan jabatan. Keadaan ini bisa mengganggu kebersamaan dan kenyamanan dalam persekutuan.
Bacaan kita Kis. 15:12-21 menyatakan adanya masalah penerimaan bangsa non Yahudi oleh bangsa Yahudi dalam persekutuan. Bangsa Yahudi tidak dapat menerima bangsa lain yang akan bersekutu bersama dalam satu gereja. Hal ini disebabkan karena mereka merasa sebagai bangsa terpilih dengan merasa lebih tinggi posisinya, dan bangsa lain lebih rendah posisinya sehingga tidak layak melakukan ibadah bersama dan semua harus tunduk pada hukum Taurat Yahudi.
Dalam hal ini Yakobus, yang kepemimpinan moralnya diakui oleh warga jemaat di Yerusalem, menyatakan bahwa murid-murid harus mengijinkan orang non Yahudi masuk ke dalam persekutuan. Ini berarti Yakobus berdiri di pihak bangsa bukan Yahudi walaupun ia seorang peneliti hukum Taurat. Namun demikian Yakobus menasehatkan beberapa peraturan yang harus ditaati bangsa non Yahudi. Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pemisah antara Yahudi dan bukan Yahudi telah berakhir.
Pertemuan ibadah dalam persekutuan merupakan kebutuhan dan kewajiban, karena kita akan mengalami kesegaran rohani, iman dan pengharapan kepada Tuhan bagi hidup kita. Di samping itu dalam ibadah persekutuan yang terbangun adalah hubungan kita dengan Tuhan dan sesama orang percaya. Kita saling mendoakan, membangun, mendorong kepedulian bahkan pengorbanan kita meningkat menjadi nyata bagi sesama. Kiranya kita semakin rajin beribadah, disertai rasa kebersamaan, kesatuan pola pikir, sehingga dalam persekutuan tercipta suasana indah, harmonis dan sukacita. (Sri)
Dalam persekutuan iman kristen jadi hidup


Kamis, 04 Juli 2013

Nyuwun Kasarasan

Waosan : Markus 6 : 45 – 56.
Pamuji : KPK137
Nats : “Dene kabeh kang ndemek jubahe padha dadi waras.” (ayat 56b)
Salah setunggaling program pemerintah Jakarta ingkang dipun pimpin Gubernur Jokowi, inggih punika Kartu Jakarta Sehat (KJS). Saking program punika wonten upaya pemerintah kangge mbantu warga masyarakat Jakarta ingkang sekeng kangge ragad pengobatan lan perawatan kesehatanipun. Kathah sanget rumaos kapitulungan saking KJS. Pancen manungsa gesang punika boten wonten ingkang kepengin nandhang sakit, sedaya kepengin sehat. Saben tiyang sakit temtu badhe ngupaya obat utawi jampi supados enggal saras malih.
Waosan kita nyariyosaken Gusti Yesus kuwaos napak ing seganten sarta nyarasaken tiyang sakit. Bakda memucal tiyang kathah lan paring tetedhan dhateng 5000 tiyang, Gusti Yesus ndhawuhi para sakabatipun supados nyabrang dhateng Betsaida. Nalika wonten ing satengahing seganten, para sakabat sami ajrih karana angin ageng, lan nyekseni Gusti Yesus ingkang napak seganten. Para sakabat nginten Gusti Yesus punika memedi. Sami dipun pangandikani supados boten ajrih karana punika Gusti Yesus piyambak.
Sarawuhipun ing Genesaret, tiyang kathah sami madosi Gusti Yesus nyuwun kasarasan. Tiyang-tiyang punika pitados menawi saged nyepeng jubahipun Gusti Yesus, piyambakipun badhe saras saking sakitipun. Sareng kelampahan pinanggih kaliyan Gusti Yesus lan tiyang ingkang saged “ndemek” jubahipun Gusti Yesus dados saras. Keyakinan ingkang manteb punika ingkang murugaken tiyang-tiyang punika saras.
Mekaten ugi tumraping gesang kita, kita pitados bilih panguwaosipun Gusti Yesus boten kandhek nalika semanten kemawon. Kita pitados bilih Gusti Yesus lumantar Sang Roh Suci tetep makarya ngantos dinten punika. Sarana pandonga dhateng Gusti, kita pasrahaken gesang kita ing astanipun. Pitakenanipun: punapa saben kita ndedonga kita saestu rumaos pinanggih kaliyan Gusti Yesus lan saged “ndemek” jubahipun? Ingkang punika, saben badhe ndedonga kita perlu ngeningaken panca driya ngraosaken pinanggih kaliyan Gusti Yesus, lajeng matur dhateng Panjenenganipun. (AR)
Ing weninging panca driya kita saged pinanggih kaliyan Gusti.


Rabu, 03 Juli 2013

The Power of Compassion

Bacaan :  Markus 6: 30-46.
Nyanyian :  KJ 433:1
Nats : “Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka”. (ay 34)
Pada suatu sore ketika hujan turun, terdengar jeritan dan tangisan bocah kecil: “Madhoooang, madhoooang, madhoooang!” (makan!). Seorang janda dengan satu bocah kecil sedang memasak bubur, mendengar jeritan yang memilukan tersebut, spontan memanggil anaknya dan berkata: “Nak…, coba kamu kerumah tetangga sebelah untuk mengetahui siapa yang menangis dan mengapa ia menangis.” “Ya, Bu”, jawab anak itu. Dengan menggunakan sebatang daun pisang karna tidak memiliki payung, bocah kecil tersebut langsung menuju rumah tetangganya. ///
Ketika kembali ke rumah, dia bilang kepada ibunya: “Bu…, yang menangis itu temanku si Ponari, ia menangis karna lapar dan minta makan. Kelihatannya tidak ada yang dimakan karena keluarga itu sangat miskin.” Ibunya membagi bubur untuk anaknya sebanyak dua irus, dua irus lagi untuk Ponari, dan yang satu irus untuk dirinya. “Nak, bubur ini kamu antar ke rumah Ponari, mudah-mudahan cukup untuk makan sore.” Setelah diantarnya tidak ada lagi jerit tangis yang memilukan. Ponari tidak menangis lagi karna perutnya sudah kenyang oleh bubur itu. ///
Keluarga yang tidak mampu ternyata masih memiliki belas kasihan kepada sesama yang lebih tidak mampu lagi. Mengapa demikian, karena keluarga tersebut memiliki “The Power of Compassion” (kekuatan untuk berbelas kasih). Mereka tergerak oleh belas kasihan ketika mendengar dan melihat sesamanya menangis karena lapar. Demikian pula dalam bacaan kita hari ini, Tuhan Yesus mengajar para muridNya dan kita semua untuk memiliki “the Power of Compassion” kepada siapa pun yang lapar, haus, telanjang, terbuang, tersingkirkan dll. Amin (DG)
Berbahagialah orang yang memberi dari pada menerima.


Senin, 01 Juli 2013

Manitis

Waosan : 2 Raja-Raja 2: 1-2, 6-14. 
Pamuji :
 KPK 83
Nats : “…. kula mugi kadunungana kalih bageaning roh panjenengan….” (ayat 9)
Nabi Elia salah satunggalipun nabinipun Allah ingkang misuwur wonten ing Prajanjian Lami. Misuwur krana agung lan wicaksanipun tuwus anggadahi panguwaos lan wibawa ingkang saking Gusti. Pramila, nabi Elia mboten seda ananging “mukswa” inggih menika raganipun kapulung lumebet ing swarga. Krana misuwur, tamtu para cantrikipun sami kepingin nuladhani lampahipun nabi Elia. Pramila Elisa kepingin sanget katitisan rohipun nabi Elia. Panyuwunipun Elisa dhateng nabi Elia: “kula mugi kadunungana kalih bageaning roh panjenengan”(ay 9). Menapa nabi Elia enggal-enggal minangkani? Tamtu boten, awit wonten prosesipun.
Proses kaping sepindah inggih menika Elisa tansah ngetut wingking nabi Elia dhateng pundia kemawon tindakipun. Ngetut wingking menika nedahaken kasetyanipun Elisa dhumateng nabi Elia. Lan kasetyan menika ingkang njalari Elisa katitisan rohipun nabi Elia. Kaping kalih, kasetyanipun Elisa menika mboten karana nganggep nabi Elia menika Gusti, nanging karana pengaken bilih nabi Elia menika abdinipun Gusti. Tetela saben nabi Elia nyuwun Elisa nilar panjenenganipun, Elisa paring wangsulan: Dhemi Pangeran Yehuwah ingkang gesang saha dhemi gesang panjenengan piyambak. Makaping-kaping wangsulan menika kaaturaken dening Elisa. Kita saged ningali bilih dhasaring kasetyanipun Elisa menika karana Pangeran Yehuwah ingkang utami lan ingkang miji gesangipun nabi Elia lan Elisa. Kasetyan dhumateng abdinipun Allah menika ingkang njalari Elisa katitisan rohipun nabi Elia.
Piwulang ingkang kedah kita gatosaken inggih menika: ing gesang patunggilan kita kedah anggadahi kasetyan ingkang ndadosaken kita sumedya ngetut wingking abdinipun Gusti. Kasetyan kita menika mboten karana kita manembah dhateng abdinipun Gusti, nanging karana kapitadosan kita bilih Gusti ingkang dados sumber gesanging abdinipun Gusti lan kita sami. (to2k) Amin.
Kasetyan menika bandha suci ing manahing manungsa ingkang kedah tansah karimat. (Seneca)