Rabu, 31 Oktober 2012

Standard Yang Baik


Bacaan : Efesus 6 :1-9.
Pujian: KJ  365
Jaman semakin modern mengharuskan segala sesuatu serba standard. Mulai dari makanan dengan memakai label “halal” dan ada kode dari BPOM sampai kepada produk barang-barang lokal dan import yang harus mencantumkan SNI dan ISO. Semuanya memakai standard dikarenakan orang jaman sekarang ingin hidup sehat dan terjamin. Memakai standard demi sebuah jaminan. Kira-kira itulah yang menjadi gaya hidup orang jaman sekarang. Hidup kitapun juga bisa menjadi lebih baik jikalau memakai standard / ukuran yang baik. Persoalan yang muncul kemudian adalah ukuran yang mana yang bisa kita jadikan patokan? Karena masing-masing dari kita pasti punya cara serta standar yang kita yakini baik dan itulah yang kita terapkan dalam hidup. Rupanya inilah yang menjadikan banyak versi ukuran dalam hidup sehingga banyak bermunculan mazab / aliran. Sebagai anak-anak Tuhan, maka ukuran kehidupan kita adalah ukuran ketaatan kepada Tuhan. Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan adalah kita lakukan seperti kepada Tuhan sendiri, seperti yang dilakukan oleh Tuhan kepada kita.
Standard kehidupan yang demikian ini dimulai dari dalam hidup rumah tangga. Segala sesuatu yang dilakukan anak kepada orang tua, yang dilakukan orang tua kepada anak, yang dilakukan hamba kepada tuannya dan tuan kepada hambanya, harus dilakukan seperti kepada Tuhan sendiri. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa kehidupan rumah tangga menjadi ukuran perlakuan kita kepada orang lain. Tuhan memperlakukan kita sebagai anak-anak yang sangat disayangiNya. Yesus mentaati kehendak Bapa dengan sepenuh hati dan sukarela. Tuhan tidak berbuat sewenang-wenang kepada kita seperti tuan kepada hambanya. Dia sangat menghargai kita. Demikianlah hendaknya kita memperlakukan anak-anak kita dan siapapun yang berhubungan dengan kita, baik dalam rmah tangga sendiri maupun orang lain. (Khm)
“Lakukanlah segala sesuatu seperti kepada Tuhan!”

Senin, 29 Oktober 2012

Bersuka Cita


Bacaan : Lukas 13: 10-17.
Pujian: KJ 398
Nats: “… orang banyak bersukacita karena segala perkara mulia, yang telah dilakukan-Nya.”(ayat. 17)
Orang biasanya terharu dan bersukacita karena mengalami atau melihat kejadian yang ajaib. Demikian juga yang dialami oleh perempuan dalam cerita Alkitab kita hari ini. Bayangkan betapa terharunya perempuan yang disembuhkan oleh Tuhan Yesus itu. Selama 18 tahun dia menderita sakit bungkuk. Mungkin dia sudah berulang kali berobat, tetapi tidak ada hasilnya. Mungkin dia juga sudah putus asa, sudah tidak mengharapkan lagi kesembuhan. Tapi dalam keputusasaannya, dalam kekeringan harapannya, dia mendapatkan kesembuhan di dalam rumah ibadah. Dia disembuhkan secara gratis, tanpa mencari-cari ataupun mengusahakannya. Mungkin dia merasa seperti bermimpi. Tetapi ketika dia menyadari betul bahwa apa yang dialaminya benar-benar nyata, tentunya dia sangat terharu, sangat bersukacita.
Kita mungkin jarang sekali merasa terharu oleh karena kasih dan kuasa Tuhan. Kita masing-masing sebenarnya pasti pernah mengalami mujizat Tuhan. Hanya saja seringkali kita tidak menyadarinya, kita meremehkannya, karena yang kita alami itu tidak ajaib, kita anggap itu biasa-biasa saja. Kita sering menganggap bahwa kalau sesuatu itu biasa-biasa saja, itu berarti adalah dari kita sendiri, hasil usaha kita sendiri. Yang dari Tuhan itu mesti yang ajaib, mengagumkan dan besar. Lebih sulitnya lagi adalah kita sering hanya melihat permukaan saja dari apa yang terjadi, ada dan terdengar. Kita tidak, enggan atau bahkan malas melihat yang di balik dan di dalam apa yang kita alami, lihat dan dengar.  Jika kita mau dan bisa melihat dan merasa-rasakan yang lebih dalam, kita akan bisa mengetahui betapa mengagumkannya karya dan kasih Tuhan kepada kita. Dengan demikian kita bisa selalu bersukacita, bahkan hanya karena sesuatu yang nampaknya biasa-biasa saja. Kemudian jika kita menceritakan kepada orang lain, mereka juga akan turut bersukacita. [ST]
“Sesuatu yang sederhanapun bisa membuat kita bersukacita jika kita melihat dan merasakannya lebih dalam”

Kamis, 25 Oktober 2012

Sebuah Konsekuensi


Bacaan : Lukas 12: 49-53.
Pujian: KJ 372
Nats: “Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung!”(ayat 50)
Pagi ini seorang kerabat saya sedang bergembira. Anak sulungnya diterima di SMAN 5 Surabaya, sebuah sekolah negeri berstandart internasional di Surabaya. Sebagai rasa sukacita, dia menghadiahkan sebuah sepeda motor vespa unik. Hadiah itu diberikan sebagai imbalan atas keberhasilan sang anak menempuh cita-citanya. Menurut dia, sang anak pantas menerima hadiah karena sudah berjuang dengan segenap daya untuk mewujudkan keberhasilan ini. Sebab untuk mendapatkan keberhasilan ini sang anak seringkali mengorbankan waktu bermainnya dan menggantikannya dengan kegiatan belajar. Untuk mencapai keberhasilan, tentu diperlukan perjuangan. Tak jarang demi itu semua, kita harus menangis dan menanggalkan sifat ego kita. Seringkali kita terpaksa menanggalkan keinginan kita demi tercapainya sebuah cita-cita.
Kristus bahkan menyerahkan nyawaNya (kata Yesus: “baptisan”) demi keberhasilan misi agung untuk menyelamatkan manusia. Tanpa itu, tidak akan terjadi karya agung keselamatan bagi kita. Mungkin kita juga ingat, seorang reformator (pembaharu) yang bernama Martin Luther, untuk memberitakan kebenaran firman Allah dia rela dikucilkan dan diancam oleh pimpinannya. Tuhan Yesus dan Martin Luther adalah pribadi-pribadi yang mengajarkan kepada kita bagaimana bersikap berani mengambil konsekwensi demi misi suci yang sedang dijalankan, walau harus susah dan bahkan mati. Seringkali kita terlalu takut mengambil konsekwensi dari sikap dan tindakan yang kita yakini baik dan benar. “…jangan-jangan nanti aku di…” Menjadi orang kristen mengandung konsekwensi kehidupan yang tidak mudah. Akan banyak tantangan yang harus di hadapi. Namun demikian, Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita untuk menghadapi semua konsekwensi hidup sebagai orang Kristen tersebut. Dia telah berjanji untuk selalu ada bersama kita untuk membawa kita kepada sebuah kemenangan hidup. [OKA]
“Keberhasilan hanya datang pada mereka yang berani bertindak dan berani mengambil konsekuensi”

Selasa, 23 Oktober 2012

Pitu…lungan!

Bacaan : Efesus 2:1-10. Pujian: KJ 39 Nats: “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.” (Ayat.8) Semenjak menjadi Pendeta yang melayani di Jemaat, saya bersyukur namun adakalanya juga bingung dan kaget terhadap pemberian dari warga Jemaat. Di bulan pertama pelayanan, pernah ada ayam panggang, kare menthok, rica-rica ErWe, sampai snack dan coklat untuk Niel anak saya terhidang secara bersamaan di meja makan kapanditan. Kami sangat bersyukur dan nggumun dibuatnya. Sejak itu, saya selalu memberitahu Niel bahwa makanan ini dari Ibu A, sedang yang itu dari Bapak B. Tanpa disangka, setiap kali melihat makanan di meja Niel selalu bertanya, “Inyi dali capa Mama?” (baca: ini dari siapa mama?). Jadi ia tak bertanya “itu makanan apa”, tapi “itu dari siapa”. Ah…benar-benar selalu mendapat pitu…lungan. Ya, apapun bentuknya pemberian adalah hal yang sangat menyenangkan. Bukan hanya karena materi yang diberikan kepada kita, namun pemberian adalah bentuk dari perhatian dan kepedulian orang-orang di sekitar kita. Sadar atau tidak, sebenarnya kita pun telah mendapatkan pemberian yang paling agung yaitu keselamatan. Dalam suratnya kepada Jemaat Efesus, Rasul Paulus mengajarkan tentang kasih karunia. Sesungguhnya semua orang jatuh ke dalam dosa dan layak menerima murka Allah (ayat.1-3), namun karena kasihNya yang besar Kristus menyelamatkan kita dengan kematian dan kebangkitanNya (ayat.4-5). Keselamatan itu memang membutuhkan iman, namun “itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah” (ayat.8) karena itu “…jangan ada orang yang memegahkan diri.” (Ayat.9). Sungguh, Dialah Sang Pemberi Sejati! Nah…telah jelas bahwa pemberian Allah itu luar biasa, Ia menjamin kehidupan kita. Allah memberi kita keselamatan dan memberi kita orang-orang yang juga bersedia untuk memberi. Tak ada lagi alasan bagi kita untuk tidak memberi, karena kita sudah diberi. Jangan disia-siakan! Dan kalau begitu, saya tak ngincipi rica-rica ErWe cap pitu..lungan dulu. Manggaaa..! (Rhe) “Keselamatan adalah pemberian terbaik dari Tuhan, karena itu berikanlah pula kesaksian pada sesama!”

Senin, 22 Oktober 2012

Selamat

Kepada Bpk. Pdt Sistrianto, STh. beserta keluarga
Kami Majelis Daerah Malang I mengucapkan selamat, Bapak berserta keluarga telah menjadi bagian pelayanan di MD Malang I. Selamat melayani, Tuhan Yesus memberkati. Amien.

Selamat Melayani



Kepada Pdt Agus Puji Purwanta 
Majelis Daerah Malang I mengucapkan
Selamat Melayani di tempat pelayanan yang baru

Watak Murka


Waosan: Lukas 12: 13-21.
Pamuji:  KPK 121
Nats: “Sing padha awas, wekanana sakabehing budi kethaha …” (ayat 15).
Kathah sanget tiyang ingkang rumaos bilih yen nggadhahi bandha utawi arta ingkang kathah, gesang punika mesthi badhe ayem tentrem. Nanging wonten satunggaling sadherek ingkang rumaos lan ngendika: “Jebul dadi wong sugih, akeh bandha, dhuwit iku malah ora ayem. Pijer diincer maling wae.” Lajeng ngendika dhateng semahipun: “Wis ora usah mburu bandha kadonyan. Sing baku urip cukup lan ayem.” Dados raos pangraosipun tiyang kathah ing inggil wau boten leres. Lho yen makaten punapa boten sae manawi pikantuk rejeki kathah? Yen kita pinaringan rejeki kathah nglangkungi kabetahan kita piyambak, punika ateges Gusti ngarsakaken ngagem gesang kita dados talanging / margining barkah dhateng tiyang sanes. Rejeki kathah punika sanes kagem kita piyambak, boten supados kita saged seneng-seneng, suka pari suka, boten enget dhateng tiyang ingkang kacingkrangan.
Ingkang boten sae punika nggadhahi budi kethaha utawi murka (rakus, tamak). Budi kethaha punika watak lan patrap (tumindak) ingkang tansah ngangah-angah. Tegesipun nadyan sampun pikantuk rejeki cekap nanging taksih kepingin kemawon pikantuk ingkang langkung kathah klayan boten maelu dhateng tiyang sanes, nadyan tiyang mlarat. Pramila lajeng remen ngrayah / ngrebut kagunganipun (hak) tiyang sanes. Budi kethaha ndamel tiyang kendel (berani) tumindak korupsi, mitunani (merugikan) tiyang sanes, negari, malah wantun mitunani greja lan agama. Watak budi kethaha ndamel manah boten ayem, nyingkiraken katentreman saking gesang kita. Pramila saking punika Gusti Yesus paring piweling dhateng kita supados kita waspada lan nyingkiri watak budi kethaha punika. Gusti Yesus ngarsakaken gesang kita kapenuhan ayem tentrem. Sumangga kita sinau gesang prasaja, cekap, kemawon lan ngedum barkah luber saking Gusti dhateng tiyang kecingkrangan. Amin. [ST]
“Katentreman langkung nikmat tinimbang bandha kathah”

Jumat, 19 Oktober 2012

Kehendak Kita dan Tuhan

Bacaan : Matius 12:1-8. Pujian: KJ 433 Nats: “… yang Kukehendaki adalah belas kasihan, dan bukan persembahan…” (Ayat. 7) Tuhan Allah Bapa kami yang di Surga, Aku mengucap syukur untuk hari ini, hari pemberian Tuhan yang begitu indah. Aku memohon kiranya Bapa mengaruniakan berkat kesehatan, sukacita, dan damai sejahtaera di sepanjang hidupku. Aku mohon Tuhan memberiku pekerjaan yang baik, dan pasangan hidup. Terimakasih ya Tuhan, kabulkanlah doaku. Haleluya amin. Penggalan doa sederhana. Kita mungkin pernah menaikkan doa yang demikian. Kita perhatikan bahwa doa itu penuh dengan permintaan: minta kesehatan, minta sukacita, minta damai sejahtera, minta pekerjaan, sampai minta pasangan hidup, dan akhirnya minta semua permintaan dikabulkan. Doa adalah cara kita berkomunikasi dengan Tuhan. Dan jika Tuhan berkomunikasi dengan kita seperti kalimat doa itu, kira-kira apa ya yang Tuhan katakan pada kita? Ya, kadang tidak terpikir apa yang Tuhan inginkan dari kita. Sistem komunikasi dengan Tuhan yang ada dalam pemahaman kita adalah: Kita meminta dan Tuhan memberi. Namun kali ini kita akan mengerti bahwa Tuhan Yesus pun mempunyai permintaan untuk kita penuhi. Tuhan Yesus tidak meminta persembahan kita lewat ibadah dan ketaatan kita saja. Tetapi lebih dari itu, Tuhan Yesus meminta kita untuk memiliki belas kasihan kepada yang menderita, kelaparan, dsb. Kadang kita berpikir bahwa yang dikehendaki Tuhan ibadah kita, doa-doa dan persembahan kita, dan ketaatan pada aturan Gereja. Hari ini kita berlajar bahwa tidak selamanya upacara-upacara dalam ibadah maupun ketaatan-ketaatan itu akan berkenan bagi Tuhan. Itu semua belumlah cukup. Semuanya itu harus dilengkapi dengan belas kasihan kita untuk sesama yang membutuhkan. [RH] “Tuhan juga mempunyai permintaan untuk kita penuhi”

Kamis, 18 Oktober 2012

Ngenget-Ngenget Lan Manut


Waosan : Lukas 10: 1-9.
Pamuji :  KPK  190: 1, 2, 4.
Nats: “Padha mangkata, la kowe padha Dak utus kaya dene menyang ing satengahing asu ajag” (ayat 3)
Wonten satungaling lare alit ingkang ketingal ndremimil ing sauruting margi. Wekdal dipundangu, lare menika mungel menawi dipunutus dening ibunipun blanja ing wande. Lajeng dipundangu malih “Arep tuku apa, Ndhuk?” Lare menika nyebataken punapa kemawon ingkang kedah dipuntumbas. Dipunenget-enget wonten enem perangan, nanging lare menika kesupen perangan ingkang pungkasan lajeng mlajeng wangsul kanthi raos isin. Gambaran ing nginggil ngetingalaken bilih nindakaken tanggel jawab punika boten gampil. Saking tanggel jawab ingkang ketingal prasaja kados dene lare alit kala wau ngantos para sekabat cacah pitung dasa ingkang kautus ing kitha-kitha ingkang badhe dipunrawuhi Gusti Yesus. Para sekabat kautus supados nyawisaken papan ingkang badhe dipunrawuhi Gusti Yesus, kanthi mangertosi kahananipun. Punika ugi boten saged sembarangan katindakaken. Wonten bab-bab ingkang kedah dipun gatosaken. Malah kasebat dening Gusti Yesus menawi jejibahan punika gambaranipun kados menda ingkang wonten ing satengahing asu ajag.
Gambaran punika mesthinipun badhe ngetingalaken bilih menda punika boten nggadhahi kadigdayan menapa-menapa. Lan menawi saged medal saking tengah-tengahipun asu ajag kala wau, mesthi boten karana pambudidayanipun piyambak, ananging mesti ngendelaken pitulungan.  Mekaten ugi dhateng kita para utusanipun Gusti. Selaku seksi katresnanipun Gusti, kita boten saged ngendelaken kasagedan lan kekiyatan kita piyambak, karana kawontenan kita punika winates. Ingkang kedah kita tindakaken inggih manut kanthi ngenget-enget punapa kemawon ingkang dipun dhawuhaken dening Gusti. Ngenget-enget dhawuhipun srana sregep maos Kitab Suci, ndherek pangabekti, setya dedonga. (PKS)
“Sabegja-begjane wong lali, isih luwih begja sing eling lan waspada”

Rabu, 17 Oktober 2012

Sengsara Membawa Nikmat

Bacaan : Yohanes 12 : 24-26. Pujian: KJ 401 Nats: “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah.”(ayat. 24) Almarhum Bapak saya, punya ilmu yang aneh untuk menjadikan pohon mangga di depan rumah berbuah lebat. Batang pohon mangga di paku dengan beberapa paku yang berkarat, dan kemudian beberapa bagian batang di lukai sampai mengeluarkan getah. Semula saya tak percaya, namun ternyata beberapa bulan kemudian pohon mangga itu berbuah lebat. Dan buahnya sungguh terasa manis. Untuk mendapatkan sebuah hasil termanis dan terbaik, memang diperlukan sebuah pengorbanan besar. Kita ambil saja contoh, seorang mahasiwa arsitektur biasanya setiap malam begadang untuk menggambar dan mengerjakan tugas. Namun ketika semua sudah berhasil dilewatinya, dia akan menjadi seorang arsitek yang handal. Terkadang, permasalahan terbesar yang kita miliki adalah keenganan untuk menempuh sengsara sebelum mendapatkan kenikmatan. Tak ada yang pernah mau bersakit-sakit dahulu untuk bersenang-senang kemudian. Semua maunya selalu senang setiap saat. Padahal Alkitab mencatat dan mengingatkan bahwa sebuah biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati, akan menghasilkan banyak buah. Diperlukan pengorbanan untuk mendapatkan sebuah kesuksesan. Demi semua itu, mari belajar lebih sabar di dalam proses didikan Tuhan. Kadang memang terasa sakit untuk kita jalani. Beberapa saat kemudian kita merasa tidak sabar dan ingin segera lepas. Bertahan sajalah ketika sebuah proses pendadaran itu berjalan. Bayangkan saja sebuah kemenangan besar menanti kita di depan, bila kita mampu bertahan. Dengan membayangkan kemenangan itu, rasa sengsara itu akan bisa kita nikmati. Karena Dia juga terus berjalan di sisi kita, menemani kita. [OKA] “Sengsara tetap dapat dinikmati, jika kita terus mengingat kuatnya pertolongan Tuhan.”

Selasa, 16 Oktober 2012

Katresnan Sejati

Waosan: Galatia 5: 1-8. Pamuji: KPK 103 Nats: “…Mung pracaya kang tumindak ing gawe kalawan katresnan” (ayat. 6) Satunggaling mahasiswa ilmu hukum criyos bab hakim ingkang sae. Hakim punika sampun senior mila ugi mumpuni sanget. Hakim mumpuni kedah mutusi prakawisipun mbok randha kesrakat ingkang nyolong tedhan. Sejatosipun Hakim wau boten purun. Prakawis punika remeh sanget. Punika sanes prakawis hukum ingkang awrat. Cekap dipun putusi dening hakim sinten kemawon. Nanging kedah katindakaken. Hakim senior kenging giliran. Wajib nindakaken tugas. Mila lajeng dipun ayahi wajibipun. Mbok randha kesrakat ingkang nyolong dipun putusi. Dipun dhendha, kedah mbayar wangsul, kedah nebus lepatipun. Dhog. Lajeng hakim wau mandhap saking palenggahanipun. Mundhut dhompetipun. Mbayar dhendhanipun mbok randha dhateng panitera. Rampung. Mbok randha kaluwaran. Punika wau cariyos bab katresnan ingkang tumindak. Katresnan ingkang tumindak punika nglangkungi wajib. Yen namung kewajiban ingkang dipun tindakaken, tiyang sekeng ingkang nyuwun piwelas malah dipun ukum. Nanging yen namung dhasar tresna, mangka nglirwakaken formalitas, pigesangan lajeng dados worsuh. Mila, Pak Hakim nindakaken kekalihipun. Formalitas dipun ugemi. Dene risiko-nipun dipun tanggel sarana nulungi, murih tiyang sekeng saged kaluwaran. Punika wau cariyos bab Gusti Yesus lan para umat kagunganipun. Sacara formal, angger-angger Toret kedah kelampahan, kedah dipun tuhoni dening Gusti Yesus. Dalah paukumaning pejah ugi dipun tanggel dening Gusti Yesus. Kanthi makaten, umat kagunganipun kauwalaken saking kewajibaning Toret. Ugi kauwalan saking paukuman. Sadaya sampun karampungan dening Gusti Yesus. Gesanging para kagunganipun Gusti kantun saprakawis: pracaya kalambaran tresna. Ing jarwan sanes, ‘tresna’ ing perangan punika kasebat agape. Tegesipun, tresna ingkang tanpa pamrih. Tiyang ingkang dipun tresnani boten saged minangkani pamundhutan. Nanging dikadosa pundi tetep dipun tresnani. Malah nadyan tiyang wau boten saged ngaturaken panuwun babar pisan, pamrih dipun aturi panuwun kedah dipun bucal. Pokokipun: nandukaken katresnan. Tanpa embel-embel. [Wig] “Katresnan jati mesthi nandukake kabecikan”

Senin, 15 Oktober 2012

Berjuang Dengan Merdeka

Bacaan : Galatia 4: 21-26. Pujian: KJ 282 Nats: “Tetapi Yerusalem sorgawi adalah perempuan yang merdeka, dan ialah ibu kita.” (ayat.26) Nick Vujicic adalah seorang pemuda Australia tampan dan bersuara indah yang menjadi seorang motivator sekaligus pengkhotbah terkenal. Saya bisa jamin dia berbeda dari motivator-motivator lain di dunia, itu karena sejak lahir Nick Vujicic tak mempunyai tangan dan kaki. Ia hanya memiliki telapak kaki dengan dua jari kecil di pinggang kirinya. Dengan kondisi fisik yang demikian, tentu ia mengalami hidup yang amat berat. Namun ia tak menyerah terhadap keterbatasannya. Nick tak menyesali apa yang tidak ia punya namun bersyukur atas apa yang ia miliki. Nick Vujicic memilih untuk hidup merdeka! Bagaimana dengan kita, apakah kita telah memiliki hidup yang merdeka? Melalui sebuah alegori, Paulus membandingkan kedua isteri Abraham: yang seorang adalah hamba (Hagar) dan yang lain adalah perempuan merdeka (Sara). Anak dari Hagar adalah anak yang berasal dari kedagingan, sedang anak yang dilahirkan Sara adalah anak perjanjian (ay.23). Lalu Paulus menyimpulkan alegorinya sendiri bahwa ini adalah kiasan yang menunjukan bahwa ada anak-anak manusia yang dilahirkan dalam perhambaan (ay.24-25), namun kita adalah anak-anak perempuan yang merdeka (ay.26). Dengan demikian, Paulus ingin menjelaskan bahwa di dalam kuasa darah Kristus kita adalah manusia yang telah dimerdekakan. Merdeka dari kuk Taurat dan bebas dari kuasa dosa. Sebagai orang-orang yang dimerdekakan, tentu cara hidup dan cara pandang kita terhadap hidup juga harus berbeda. Jangan mudah mengeluh atas keterbatasan kita, bersyukurlah atas apa yang ada. Seperti Nick Vujicic yang selalu berusaha mencapai kemerdekaan di tengah keterbatasan fisiknya, mari kita belajar untuk terus berjuang! (Rhe) Tantangan yang ada bertujuan untuk menguatkan pendirian, bukan untuk meniadakan pendirian. (Nick Vujicic)

Jumat, 12 Oktober 2012

Kratoning Tentrem Rahayu


Waosan: Lukas 11: 14-26.
Pamuji: KPK 294: 1,3,4
Nats: “Nanging manawa Aku nundhung dhemit nganggo panguwasaning Allah, dadine Kratoning Allah wis nekani kowe” (ayat. 20)
Dhemit dados sumbering dosa ingkang ngereh (menguasai) gesanging manusa. Dhemit dados sumbering sadhengah kadurakan lan karisakan. Gusti Yesus kalayan panguwasanipun Allah sampun nundhung dhemit saking lebeting gesang kita. Kita sampun kauwalaken saking rehing dosa, saking sakathahing kadurakan lan karisakan. Gesang kita sampun dipun resiki klayan panguwasaning rahipun Gusti Yesus, ngalami rahayu. Gesang kita ingkang sampun resik punika kedah dipun isi klayan Kratoning Allah. Nanging Kratoning Allah punika punapa lan kados pundi? Kratoning Allah punika bab kayekten (kebenaran), kaadilan lan katresnan ingkang dados pamarintahanipun Gusti Allah. Inggih kayekten, kaadilan lan katresnan punika ingkang kedah dados isining gesang kita.
Manawi gesang kita kaisenan kayekten, kita mesthi remen tumindak jujur; jujur dhateng semah, dhateng anak, dhateng tiyang sepuh, jujur dhateng tiyang sanes. Yen gesang kita kaisenan kayekten, kita mesthi boten remen lan boten purun tumindak dora (ngapusi); cocok antawisipun pangucap lan kalakuan. Manawi gesang kita kaisenan kaadilan, tumindak kita mesthi boten mban cindhe mban ciladan, tegesipun pilih kasih. Sadaya tiyang dipun ajeni, nadyan punika namung “rencang” (pembantu rumah tangga), nadyan punika tiyang mlarat, tiyang ingkang boten nggadhahi jasa punapa-punapa dhateng kita; boten tumindak sawenang-wenang dhateng rencang, anak, semah lan sintena kemawon.
Manawi gesang kita kaisenan katresnan, kita mesthi remen ngapunten kalepatanipun tiyang sanes kawiwitan ing brayat kita piyambak (semah, anak, tiyang sepuh, rencang), boten nggadhahi raos dendam, boten wonten raos sengit (benci), kita mesthi remen dedana (memberi) kanthi sukalila. Kratoning Allah sampun ndhatengi kita. Nanging, punapa kratoning Allah punika sampun lumebet ing manah lan gesang kita? Punika gumantung dhateng sikap kita. [ST]
“Yen kratoning Allah wonten ing gesang kita, manah kita mesthi kebak katentreman lan kabingahan”

Kamis, 11 Oktober 2012

Hidup Dalam Iman


Bacaan : Galatia 2 :15-21.
Pujian: KJ 362
Seringkali kita mendengar tentang guyonan yang dikarenakan jengkel dengan penerapan hukum di Indonesia yang memunculkan kalimat ‘Hukum di buat untuk dilanggar’. Memang sepintas nampak lucu, tapi jika dipikir-pikir ada benarnya juga. Persoalannya ada di mana? Apa mungkin hukum di indonesia penerapannya tidak bisa diterjemahkan secara akal manusia? Ataukah hukum dibuat untuk kepentingan tertentu yang mengabaikan asas keadilan? Semuanya bisa saja jadi penyebab, tapi yang terpenting hukum dibuat bukan untuk dilanggar melainkan untuk mengatur hidup, supaya bisa dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan bisa diterapkan (aplikatif). Hal senada disampaikan dalam kritik Paulus terkait dengan penerapan hukum Taurat yang menurutnya masih normatif (hanya sebatas aturan, miskin penerapan) bagi orang Yahudi. Tetapi ketika ia menyadari bahwa Yesus adalah Mesias, bahwa Allah membangkitkan Yesus dari kematian (Gal 1:1), ia menyadari kebiasaan Yahudi yang normatif dalam Taurat telah kehilangan kewibawaannya di hadapan Allah. Sekarang semuanya telah berpusat kepada Yesus Sang Penggenap Taurat. Melalui Dialah Taurat menjadi sempurna.
Bersama Kristus kita telah mati oleh dan untuk hukum Taurat, tetapi hidup oleh dan untuk Kristus dengan segala karya kasihNya. Artinya, kita hidup bukan sekedar untuk melakukan hukum Taurat ataupun hukum-hukum yang lain. Kita hidup untuk melakukan karya kasih Tuhan Yesus Kristus. Hidup kita ini bukan hidup kita sendiri, bukanlah milik kita sendiri. Kita hidup karena Kristus hidup. Yang hidup dan yang memiliki hidup kita adalah Kristus (ayat, 20). Karena itu kita harus menjalani kehidupan kita dalam iman kepadaNya, bukan menjalaninya menurut kemauan kita sendiri, bukan sesuka hati kita. Hidup dalam iman kepada Kristus berarti hidup dalam kepasrahan pada kasih karuniaNya dan dalam ketaatan kepada kehendakNya. (khm)
“Hidup dalam iman adalah hidup dalam keyakinan, kepasrahan dan ketaatan.”

Rabu, 10 Oktober 2012

Paseduluran


Waosan: Galati 2: 1-10.
Pamuji: KPK 319
Nats:  “Lan sawuse nyumurupi sih rahmat kang kaparingake marang aku, Yakobus, Kefas  lan Yokanan, kang kaanggep padha dadi sakaguruning pasamuwan, banjur sesalaman karo aku lan Barnabas minangka pratandhaning patunggalan…”  (Ayat. 9)
Manusa punika boten saged gesang piyambak. Wiwit lair ngantos seda, sedaya tiyang tamtu mbetahaken tiyang sanes. Mekaten salebeting gesang bebrayatan, ing tatanan adat jawi, tiyang bebrayatan boten namung nunggilaken panganten kekalih, nanging langkung saking ngriku ugi nunggilaken brayat kekalihipun. Ateges sarana neningkahan punika langkung ngraketaken paseduluran ing antawisipun brayat. Gesang kita ing satengah-tengahing pasamuwan ugi kawastanan gesang paseduluran. Kita sedaya para pitados dados putranipun Allah. Kita sami katunggilaken ing Gusti Yesus. Kados waosan sak punika, Paulus, Barnabas lan Titus sami katampi dening Yakobus, Kefas lan Yokanan dados dulur ing Gusti Yesus. Pasamuwan ing Yerusalem sami ngakeni lan nganggep bilih Paulus ugi rasulipun Gusti. Paulus kaparingan kakiyatan saking Gusti kangge martosaken Injil dhateng sedaya bangsa. Pramila nalika Paulus kondur malih dhateng Yerusalem, Paulus kasambut kanthi bingah dening para sadulur ing Yerusalem. Anggen kita ndherek Gusti Yesus kaiket ing paseduluran kanthi dhasar iman lan katresnanipun Gusti Yesus. Sedaya punika ndadosaken kita saya rumaket dhateng Gusti. Kita rumaos boten gesang piyambak, nanging gesang ing patunggilan kaliyan para sadherek tunggil iman. GKJW lumantar sesanti “Patunggilan Kang Nyawiji” langkung negesaken dhateng kita, punapa kemawon kawontenan kita, Gusti Allah tansah nunggil gesang kita. Kita boten ijen, nanging kathah sadulur-sadulur kita, ingkang sami mbantu, ngiyataken ugi paring pitulungan dhateng kita. Karana punika paseduluran ingkang sampun wonten ing satengah-tengahing gesang kita mangga saya kita lestantunaken. Kita bangun karukunan, katresnan, kasaenan ing antawis kita supados paseduluran ingkang sampun kita raosaken punika saya teguh lan mujudaken kaluhuraning asmanipun Gusti. Amin (AR)

“Paseduluran kang raket dados paseksi sihipun Allah dhateng tiyang kathah”

Selasa, 09 Oktober 2012

Fokus Pada Tugas


Bacaan : Lukas 10:38-42.
Pujian: KJ 414
Nats:  “… engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara…” (Ayat. 41)
Modar-mandir, keluar-masuk, duduk-berdiri, maju-mundur, kesana-kemari, sibuuuuuuk. Saya mengamatinya sangat sibuk dengan menenteng map, pena dikalungkan, mengurus ini dan itu, mengomel sana-sini jika ada yang kurang cocok dengan seleranya. Seperti tidak percaya pada orang lain untuk berbagi tugas. Akhirnya, semua orang hanya tersenyum sinis melihat pekerjaannya tidak ada yang selesai. Kadang kita bertemu dengan kawan semacam ini. Serba sibuk dan ingin mengurus semuanya sendiri, namun pada akhirnya kesibukannya hanya menjadi pusat perhatian tanpa hasil yang berguna. Kali ini Tuhan Yesus mengajak kita untuk bisa berfikir sederhana. Tidak semua hal itu harus ditanggapi dengan rumit. Namun, ada kalanya berpikir sederhana bisa juga mempermudah situasi yang kita hadapi. Melalui kisah Maria dan Martha, masing-masing sudah memilih tugasnya. Maria memilih duduk mendengarkan sabda Tuhan Yesus, Martha memilih sibuk melayani Tuhan. Namun di tengah Martha mengerjakan pilihannya, ia merasa bahwa Maria juga harusnya membantu dia. Martha mencoba memaksakan kehendak bahwa Maria yang sudah menentukan pilihan untuk duduk dekat kaki Yesus juga sekaligus mau membantunya. Maria berpikir terlalu rumit, sehingga kurang bisa fokus dengan pilihannya dan kurang menghargai pilihan saudaranya. Situasi inilah yang membuat Tuhan Yesus mengajarkan kepada Martha supaya tidak menyusahkan diri dengan banyak perkara.
Ketika kita sudah menentukan pilihan dalam kehidupan kita, sebagai apapun kita dalam pekerjaan rumah, di kantor maupun di gereja, maka tugas kita tinggal fokus (konsentrasi) pada pilihan kita. Ketika kita sendiri sibuk dan melihat orang lain santai saja, atau sebaliknya kita sendiri santai dan melihat orang lain sibuk sekali, kita tidak perlu cemburu. Cukuplah kita fokus  pada tugas dan tanggungjawab kita itu. Memang adalah baik jika kita mampu dan boleh membantu orang lain dalam tugas dan tanggungjawabnya. [RH]
“Ekstra fokus dan tekun mengerjakan bagian kita masing-masing akan membuahkan keberhasilan”

Senin, 08 Oktober 2012

Aja Dumeh !


Waosan: Lukas 10: 25-37.
Pamuji: KPK 165: 1, 4
Nats: “Tumuli ana wong Samaria, kang lelungan uga lewat kono. Bareng weruh wong mau trenyuh atine marga saka welase” (ayat 33)
Ing jaman sapunika wonten saperangan tiyang ingkang nggampilaken perkawis. “Yen ana duit kabeh lancar, yen ana kenalan beres, yen cedhak karo pejabat mesthi urusan gampang.” Punapa pancen mekaten lampahing gesangipun manungsa? Menawi sampun kagungan bandha donya ingkang kathah, menawi wonten koneksi  (kenalan), menawi celak kaliyan pejabat, menawi KTP-nipun kaserat Kristen, sampun mesthi ngalami gesang tentrem rahayu?  Nglampahi gesang minangka pandherekipun Gusti punika boten sesederhana perkawis ing nginggil. Pengen penak, cepet, aman, makmur lan ugi nampi kawilujengan tamtu boten kados malik tlapakan asta. Sampun kesesa nggadhahi pemanggih ingkang kados mekaten.  Sinten ing pasemon menika ingkang dipunpirsani Gusti Allah minangka sesami, ingkang dados pathokan nampeni gesang langgeng: imam, tiyang lewi, utawi tiyang Samaria? Tamtu miturut pasemon punika, Gusti Yesus mirsani tiyang Samaria ingkang welasan, karana saged nggatosaken kawontenan sesaminipun ing satengah-tengah anggenipun nglamahi jejibahanipun. Imam lan tiyang Lewi sampun mesthi kasebat tiyang sae lan ngrasuk agami kanthi mantep. Ananging wekdal kedah nglampahi wujuding iman kanthi paring pitulungan dhumateng tiyang sanes ingkang mbetahaken pitulungan, kekalihipun kawon.
Aja dumeh inggih intining reraosan dinten punika. “Aja dumeh” dados tiyang ingkang kagungan bandha donya, dumeh tepang kaliyan para petinggi, punapa malih dumeh sampun dados pandherekipun Gusti likla, cilik mula, lajeng rumaos nggadhahi jaminan saged gesang sekeca. Punapa malih dhumateng kita ingkang sampun rumaos ndherek peladosan ing greja kanthi setya. “Aja dumeh!” Sedaya boten wonten paedahipun menawi dereng saged nindakaken lampah tresna tanpa mbenten-mbentenaken. (PKS)
“Wong sugih durung mesthi ayem tentrem, wong mlarat durung mesthi sangsara”

Jumat, 05 Oktober 2012

GKJW Mojowarno Disatroni Maling

SURYA Online, JOMBANG-Pencuri memang tak pandang bulu. Buktinya, Sebuah rumah ibadat nasrani, Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mojowarno, yang merupakan gereja tertua di Jombang, pun disatroni maling, Rabu (3/10/2012). 
       
Akibatnya, empat buah kap (penutup) lampu antik jenis gantung amblas diembat. Atas kejadian tersebut, kasus pencurian tersebut kini masih dalam penyelidikan petugas polsek setempat.
       
Pencurian diketahui sekitar pukul 15.00 WIB. Sebelumnya, kondisi gedung gereja memang nampak sepi. Maklum saja, saat itu tak ada aktivitas jemaat gereja. Tak lama, salah satu karyawan gereja memasuki gedung gereja untuk mengecek kondisi ruangan. 
       
Saat itulah, dirinya terkejut. Sebab, 4 buah kap lampu gantung antik yang sudah tak ada lagi di tempatnya terpasang. Selain 4 kap lampu gantung, juga 
pintu bagian selatan rusak dicongkel orang. 
       
Karyawan tersebut segera melaporkan kondisi tersebut kepada Pendeta Wimbo Santjoko (46), yang tinggal di rumah pastori, belakang gedung gereja, Desa/Kecamatan Mojowarno.
       
Mendapat kabar tersebut, sang pendeta segera mengecek. Melalui rekaman CCTV yang terpasang di dalam gedung gereja, terlihat 2 laki-laki tak dikenal tengah mempreteli kap lampu gantung yang terbuat dari porselin tersebut. 
       
Dari rekaman itu, jelas sekali terjadi pencurian. Atas kejadian tersebut, pihak gereja alami kerugian sekitar Rp 10 juta. Pihak gereja segera melaporkannya ke Polsek Mojowarno.
       

Kekuasaan


Bacaan : Lukas 10: 13-16.
Pujian: KJ 341
Nats: “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.” (Ayat.16)
Baru-baru ini media cetak dan elektronik di Negeri ini ramai-ramai membahas tentang Pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Sejak masa kampanye, kita bisa melihat bahwa masing-masing pasangan calon Gubernur dan Wakilnya beramai-ramai membuat branding (pencitraan) yang diharapkan bisa menarik perhatian masyarakat. Ada yang menonjolkan kumis tebalnya, ada yang selalu memakai hem kotak-kotak dan ada pula yang gembar-gembor paling pro-rakyat karena mengajukan diri sebagai calon independen. Meski semua calon di segala kesempatan selalu berkata ingin menjadi pembela rakyat dan memperbaiki keadaan dengan cara yang berbeda-beda, namun sebenarnya semua calon memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai kekuasaan. Entah berapa rupiah dan berapa besar energi yang telah dihabiskan untuk mencapai kekuasaan.
Sebagai pengikut Kristus, sebenarnya kita tak perlu susah payah untuk mencapai kekuasaan.  Bacaan kita hari ini adalah sebuah bagian dari pengutusan ke-70 murid oleh Tuhan Yesus.  Para murid diminta untuk mengabarkan berita keselamatan ke setiap kota dan setiap tempat. Memang mereka dilarang untuk membawa barang-barang materiil tertentu (ay.4), namun bukan berarti Tuhan Yesus tak memberi sangu di ay.16, “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku” (ay.16). Dengan kalimat ini, Tuhan Yesus memberikan kuasa khusus bagi para murid untuk mengabarkan Injil-Nya. Bahwa penerimaan atau penolakan kepada ke-70 murid adalah juga penerimaan dan penolakan kepadaNya dan kepada Bapa yang mengutus Dia. Tuhan Yesus juga memberikan kuasa bagi setiap kita, sebab kita juga diutusNya. Bukan kuasa untuk menguasai apalagi memperdayai sesama kita, namun untuk bersaksi bagi kemuliaanNya. Mari kita gunakan kuasa itu dengan sebaik mungkin, dengan rendah hati. (Rhe)
Masa depan tidak ditentukan oleh kekuasaan atau kekayaan, melainkan oleh tujuan dan cara anda mencapainya

Kamis, 04 Oktober 2012

Aja Pilih-Pilih


Waosan : Lukas 10: 1-12.
Pamuji: KPK 31
Menawi wonten tiyang ingkang dipunanggep “miring” dening masyarakat, karana polah tingkahipun ingkang boten limrah lan kathah masalah, menapa kita ugi saged kanthi legawa ngakeni bilih tiyang menika sedherek kita? Mbokbilih mbetahaken kathah pertimbangan sakderengipun kita saged ngakeni tiyang menika dados sedherek kita. Mbokbilih kita boten kepingin dados / nggadhahi sedherek ingkang kathah masalah menika. Boten kepingin katut kenging masalah, boten kepingin nami kita awon ing masyarakat, kawirangan, lsp. Kosok wangsulipun, menawi wonten tiyang ingkang sukses, ingkang kaanggep sae dening masyarakat, “terpandang”, “punya kedudukan yang cukup disegani”, lsp. Kados pundi sikap kita? Menapa mbetahaken pertimbangan ingkang kathah ugi sakderengipun ngakeni minangka sedherek kita?
Nalika Gusti Yesus ngutus para sekabat ingkang cacahipun pitung dasa menika, Gusti Yesus ngersakaken supados para sekabat boten pilih-pilih anggenipun martosaken tentrem rahayu. Berkah tentrem rahayu menika kaparingaken dhateng sintena kemawon ingkang kanthi suka bingah purun nampi. Pramila sampun ngantos para sekabat mlebet griya / martosaken berkah tentrem rahayu menika kanthi kathah pertimbangan. Ingkang perlu dipuncawisaken namung manah ingkang tulus sumarah ing panuntunipun Gusti. Dados rencang damel nggelaraken Kratoning Allah menika wujuding berkah ingkang kaparingaken dhateng saben tiyang ingkang ndherek Gusti. Menawi Gusti sampun paring berkah, boten lajeng berkah menika kangge kita piyambak, nanging perlu kita wartosaken dhateng tiyang-tiyang sanesipun. Menika temtu sampun dados pengaken sedaya tiyang pitados. Ananging, kados pundi anggen kita ngedum berkah menika? Menapa sampun kanthi tulus saha kalambaran katresnan? Salah satunggiling wujud berkah ingkang dum nggih menika anggen kita purun gesang cecaketan kaliyan tiyang ingkang kaanggep “miring” dening tiyang kathah. (fhp)

“Wong kang ngasihi wong cilik, dadi kekasihe Gusti”

Rabu, 03 Oktober 2012

Tak Berdaya


Bacaan : Ayub 9:1-16.
Pujian: KJ 364
Kita semua pasti bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi orang tak berdaya, yang jelas ia tidak bisa berbuat apa-apa. Dan Kadang kita merasa sudah berusaha sekuat tenaga untuk hidup taat dan setia kepada perintah-perintah dan kehendak Tuhan. Namun hidup mengalami masalah dan penderitaan yang sangat berat, yang rasanya kita tak berdaya memikulnya. Lantas kita mencari-cari dosa atau kesalahan yang kita lakukan, kalau-kalau masalah dan penderitaan itu disebabkan oleh dosa atau kesalahan kita. Namun kita juga tak menemukan dosa dan kesalahan itu. Jadinya, sungguh-sungguh membuat kita makin  tak berdaya.
Pengalaman seperti itulah yang menyebabkan Ayub merasa terbelenggu dalam kebingungan yang menyesakkan batinnya. Apalagi pengalaman hidupnya memaksa dia harus berurusan dengan Allah yang dia akui sebagai Yang Maha Kuasa. Dia tahu betul siapa Allah yang sedang dia hadapi, dia sadar betul siapa yang dihadapi. Ayub juga sadar siapa dirinya di hadapan Allah, memang bukanlah apa-apa dan tak berdaya. Ayub terpaksa berperkara dengan Allah, memohon keadilan. Dia merasa hidupnya tidak pantas tertimpa nasib buruk seberat yang ia rasakan saat itu.
Sahabat-sahabatnya memperhadapkan Allah kepadanya sebagai Hakim. Isterinya memperhadapkan Allah kepadanya sebagai seperti “penuntut hukum”. Ayub dengan sangat berat menerima sikap sahabatnya dan isterinya itu. Sebab, Ayub justru ingin Allah menjadi Pembelanya. Allah terlalu bijak dan kuat sehingga tidak seorangpun bisa melawan Dia (ayat4).
Yang bisa kita lakukan dalam kondisi tak berdaya seperti itu hanyalah bersabar menantikan waktu keputusanNya yang bijak dan rahmani. Yang kedua hanyalah berserah kepadaNya. Yang ketiga, adalah tetap memohon dengan yakin akan perbuatan-perbuatanNya yang tak terduga dan ajaib serta kesediaanNya mendengarkan doa keluhan kita. (khm)
“Iman adalah satu-satunya kekuatan di tengah ketidakberdayaan”

Selasa, 02 Oktober 2012

Gusti Paring Prasetya lan Pepenget Marang Kita


Waosan: Pangentasan 23: 20-23.
Pamuji: KPK 274.
Nats: “Lah Ingsun bakal ngutus malaekat tindak ing ngarepira, perlu ngreksa lakunira menyang panggonan kang Sun cawisake.” (ayat 20).
Ayat punika cetha sanget bilih Gusti Allah ngutus malaekatipun supados ngreksa lampahipun nabi Musa. Punika margi anggennipun Gusti mitulungi manungsa ingkang pinilih. Ing ngriki menawi bangsa Israel tansah mbangun turut dhumateng dhawuh Pangandikanipun Gusti, Gusti ingkang nuntun bangsa Israel tumuju tanah Kanaan. Kados pundi kangge kita ing jaman samangke. Punapa inggih prasetya utawi janjinipun Gusti punika taksih trep tumrap gesang kita. Gesang kita manungsa punika boten wonten ingkang kalis saking sisah, sakit lan rupi-rupi pambengan. Pramila punika Gusti Allah paring pitedah supados kita:
1.     Ngatos-atos wonten ing ngarsanipun. Contonipun: kathah tiyang ingkang  sregep tindak greja, sregep ndherek kebaktian brayat.  Nanging wonten  ing pedamelan utawi kantor boten wantun ngakeni dados pendherekipun  Gusti, ajrih yen boten saged pikantuk jabatan penting ing kantoripun.
2.     Katut utawi keli dhateng kawontenan jaman. Ing Indonesia sapunika, ingkang naminipun KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) boten kanten kantenan, meh ing saben institusi (kantor) wonten tindak korupsi. Lajeng kados pundi kita para pendherekipun Gusti? Punapa inggih lajengn katut utawi taksih manut miturut dhateng Gusti? KKN punika duraka tumraping Gusti Allah. Punika boten badhe kaapura (ayat. 21).
3.     Tansah ngestokaken dhawuh pangandhikanipun Gusti. Ateges kita sumadya nyawisaken wekdal kagem Gusti. Kita purun mirengaken punapa ingkang dados pangandikanipun dateng kita. Mekaten ugi kita tansah sedya nindakaken pangandikanipun kanthi setya.
Manawi kita purun manut dhateng pangrehipun Gusti, para malaekatipun mesthi tansah ngreksa gesang kita. Amin. (DW)
“Kang Maha Luhur mberkahi wong jujur ”

Senin, 01 Oktober 2012

Tenang…Tenang !


Bacaan : Yesaya 66: 10 – 14.
Pujian: KJ 393: 1
Nats: “… Sesungguhnya Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa…” (ayat. 12)
Apa ya yang bisa dibeli dengan harga murah sekarang ini? Hmm, mengapa semuanya terasa mahal? Beras, gula, minyak goreng, telur, kopi, teh, bahan kebutuhan pokok saja mahal. Uang Rp.100.000,- sudah seperti tidak ada harganya. Dalam sekejap saja bisa lenyap, habis! Belum lagi biaya sekolah, transportasi, listrik, pajak-pajak. Semakin hari hidup terasa semakin sulit. Tapi, apakah benar-benar sulit? Apakah semua yang mahal sudah membuat kita benar-benar tidak bisa makan? Hidup memang sulit, tetapi tidak selalu sulit. Bagaimana pun kesulitan yang kita hadapi, nyatanya sampai sekarang kita bisa tetap hidup, tetap berkarya, dan tetap berjuang mengatasi segala tantangan. Dari sinilah kita bisa memahami bahwa ada pemeliharaan dan penyertaan Allah dalam segala kesulitan hidup kita.
Nats kita hari ini menyatakan bahwa kesulitan hidup ini tidak akan membinasakan kita. Karena keselamatan dari Allah itu mengalir seperti sungai, tidak akan pernah berhenti, selalu menyelamatkan kita dari kesulitan. Demikian juga aliran kekayaan itu juga akan dilimpahkan Allah bagi hidup kita. Kekayaan tidak harus berupa materi melimpah ruah, tetapi kemampuan kita melewati kesulitan hidup ini juga merupakan kekayaan yang dikaruniakan Allah. Lalu, apakah kita akan tetap saja larut dalam kekuatiran dengan kesulitan hidup ini? Memang, selalu ada hambatan dan rintangan dalam hidup ini. Tetapi apakah kita akan menjadi binasa karena rintangan itu? Apakah Allah akan membiarkan kita sendiri dalam kebingungan? Tenang, tenang saja! Karya Allah itu akan menyelamatkan hidup kita. Kita tidak akan pernah tahu bagaimana cara Allah menyelamatkan kita dari kesulitan. Tapi Tuhan tahu persis waktunya yang tepat memberikan limpahan keselamatan dan kekayaan bagi kita. [RH]
“Tidak ada gunanya mengeluhkan kesulitan hidup, sebab pertolongan Allah akan datang.”